kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Lewat omnibus law, pengembangan hunian berimbang lebih dinamis


Rabu, 04 Maret 2020 / 21:39 WIB
Lewat omnibus law, pengembangan hunian berimbang lebih dinamis
ILUSTRASI. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) menyerahkan surat presiden (surpres) tentang Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja kepada pimpinan DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020). Surpres b


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Pratama Guitarra

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman dalam Omnibus Law Cipta Kerja, menjadi jawaban atas pengembang hunian berimbang.

Dengan aturan ini, pebisnis properti bisa lebih dinamis lantaran, pengembangan hunian berimbang tidak dilakukan dalam satu hamparan atau daerah kabupaten/kota

Dalam RUU Cipta Kerja, perubahan atas UU Perumahan dan Pemukinan tidak terlalu signifikan. Dari 167 Pasal dalam UU itu, hanya 15 Pasal yang mengalami perubahan.

Adapun perubahan langsung tertuju kepada topik yang sedang hangat diperbincakan dikalangan pebisnis properti. Yakni di Pasal 36, yang berbunyi: Pertama, dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (2).

Adapun Pasal 34 ayat 2 itu berbunyi; Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.

Nah, dengan adanya perubahan Pasal 36 itu, artinya kewajiban membangun hunian berimbang dalam satu hamparan gugur.

Baca Juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja dinilai langgar HAM, ini penyebabnya

Menanggapi itu, Pakar Property dari Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda menilai, bahwa isu penting yang menjadi sorotan oleh pebisnis properti memang terdapat di Pasal 36 itu.

Ia bilang, pasal prubahan itu menjadi jawaban yang tepat. Sebab, dengan aturan saat ini, banyak pengembang yang ogah melaksanakan pembangunan hunian berimbang, lantaran merasa keberatan apabila harus dibangun dalam satu Kota/Kabupaten.

Dengan adanya Omnibus law, hunian berimbang bisa di konversi menjadi rumah susun umum. Namun, ia juga berharap lokasi rumah susun umum ini harusnya dapat ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersasarkan data backlog per wilayahnya.

Baca Juga: Gawat, omnibus law bikin izin penggunaan kawasan hutan abaikan lingkungan

Sehingga, pemerintah bisa mengatur wilayah mana saja yang berhak atas hasil konversi dan atas kekurangan hunian di wilayahnya.
“Misalkan pengembang di Tangerang Selatan bisa saja menkonversi rumah susun umumnya di Jakarta,” Tambahnya.

Untuk menekankan kemudahan pengembangan hunian berimbang itu, melalui perubahan Pasal 33 dalam omnibus law disebutkan, bahwa Pemerintah Pusat wajib memberikan kemudahan Perizinan Berusaha bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan untuk MBR. "Kemudahan Perizinan Berusaha itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)," ucap poin kedua Pasal 33 dalam RUU Cipta Kerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×