Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan, Indonesia menganut sistem kekuasaan yang terdistribusi sehingga sulit membentuk pemerintahan yang bersih. Hal tersebut membuat publik sulit mengharapkan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang independen.
"Sistem kekuasaan yang dianut di negeri ini distribution of power, maka untuk mengharap Pansel yang independen cukup sulit," ujar Bambang melalui pesan singkat, Jumat (22/5).
Bambang mengatakan, berbagai nama dalam Pansel tersebut dikenal masyarakat dengan beragam reputasi. Ia khawatir Pansel tersebut ditunggangi oleh kejahatan terorganisasi yang membuat mereka tidak independen.
Menurut dia, belum tentu anggota Pansel KPK itu bebas dari korupsi. Terlebih lagi, DPR akan ikut campur tangan dalam proses seleksi dengan melakukan uji kelayakan dan kepatutan. Bambang khawatir akan muncul kejahatan terorganisasi yang terselubung dalam proses seleksi ini.
"Kalau mengharap pemerintahan bersih, organized crime tidak diberantas dengan serius, maka korupsi akan tetap merajalela," kata dia.
Presiden Jokowi menunjuk sembilan orang dari berbagai disiplin ilmu yang masuk dalam Pansel KPK. Selain mayoritas diisi oleh orang yang berlatar belakang pemerintahan serta akademis, semua anggota Pansel itu adalah perempuan.
Mereka akan bekerja mencari pimpinan terbaik KPK untuk menggantikan posisi pimpinan KPK saat ini yang akan berakhir masa jabatannya pada Desember 2015.
Mereka adalah Destry Damayanti (ekonom, ahli keuangan dan moneter); Enny Nurbaningsih (pakar hukum tata negara); Harkristuti Harkrisnowo (pakar hukum pidana dan HAM, Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemenkumham); Betti S Alisjahbana (ahli IT dan manajemen); dan Yenti Garnasih (pakar hukum pidana ekonomi dan pencucian uang).
Selain itu, ada Supra Wimbarti (ahli psikologi SDM dan pendidikan); Natalia Subagyo (ahli tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi); Diani Sadiawati (Direktur Analisis Peraturan Perundang-undangan Bappenas); dan Meuthia Ganie-Rochman (ahli sosiologi korupsi dan modal sosial). (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News