kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.564.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 16.305   -35,00   -0,22%
  • IDX 7.080   122,90   1,77%
  • KOMPAS100 1.053   23,69   2,30%
  • LQ45 827   25,88   3,23%
  • ISSI 213   1,79   0,85%
  • IDX30 425   13,62   3,31%
  • IDXHIDIV20 508   17,23   3,51%
  • IDX80 120   2,84   2,41%
  • IDXV30 124   2,46   2,02%
  • IDXQ30 140   4,41   3,25%

Pengamat: PSAK 72 akan memicu sengketa pajak perusahaan pasca pelaporan SPT


Rabu, 07 April 2021 / 12:18 WIB
Pengamat: PSAK 72 akan memicu sengketa pajak perusahaan pasca pelaporan SPT
ILUSTRASI. pajak.KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menyatakan, perusahaan yang sudah, atau sedang, memfinalisasi Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) badan 2020 di bulan April 2021 harus mencermati potential tax dispute atau potensi beda penafsiran pajak sebagai akibat dari penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 72.

Sebagaimana diketahui, PSAK tersebut mulai berlaku di 2020 dan mengatur perlakuan akuntansi untuk pendapatan kontrak dari pelanggan berdasarkan principle-based approach. Dengan kata lain, pendekatan berbasis prinsip tersebut mengharuskan perusahaan untuk mengandalkan professional judgment yang dapat saja berbeda antara perusahaan dan petugas pajak. 

Selain itu Prianto bilang professional judgment memungkinkan muncul multitafsir terhadap suatu transaksi yang berbasis kontrak, apalagi PSAK 72 mensyaratkan perusahaan untuk menggunakan estimasi saat penentuan harga transaksi. 

Baca Juga: Perubahan PSAK di pelaporan SPT PPh Badan pada April 2021 bisa picu sengketa pajak

Untuk PSAK 72, standar ini mengatur pendapatan kontrak dari pelanggan dan merupakan PSAK yang bersifat sapu jagad karena mengatur hampir semua transaksi pendapatan dari kontrak dengan pelanggan. Berdasarkan PSAK 72, ada lima tahapan pengakuan pendapatan yang mengacu ke kontrak penjual (barang/jasa) dan pelanggan mereka. Penentuan harga transaksi ini merupakan tahap ketiganya. 

Menurutnya,  di tahap ketiga ini, perusahaan harus mempertimbangkan unsur estimasi. Contoh unsur estimasi adalah pemberian diskon atau bonus yang nantinya akan diberikan kepada pelanggan jika, misalnya, target volume transaksi tercapai. Unsur estimasi yang bersifat variabel tersebut juga dapat berupa pelayanan purna jual seperti servis gratis bagi pembelian kendaraan bermotor baru.

“Nah, ini masalah utama tax dispute antara interpretasi perusahaan dan petugas pajak nantinya," kata Prianto dalam keterangan resminya, Rabu (7/4). 

Ketika estimasi diskon penjualan dimasukkan sesuai PSAK 72, otomatis penjualan menjadi turun, meski diskon tersebut belum terjadi. Selain itu, saat estimasi bonus ke pelanggan ditambahkan sesuai PSAK 72, walaupun belum direalisasikan, nilai penjualan menjadi bertambah.



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×