kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Pengamat: Potensi pajak digital di Indonesia masih bisa digali


Senin, 12 Oktober 2020 / 17:36 WIB
Pengamat: Potensi pajak digital di Indonesia masih bisa digali
ILUSTRASI. Warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Kamis (18/7/2019).. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan potensi pajak digital di Indonesia relatif besar dibandingkan negara tetangga, terutama jika mengingat Indonesia sebagai negara pasar. 

Pengamat Pajak DDTC mencatat ada beberapa aspek yang dapat meningkatkan potensi pajak digital. Pertama, optimalisasi pajak pertambahan nilai (PPN). Menurutnya, selama ada penambahan pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN serta adanya pengaturan mengenai skema sanksi, maka bisa lebih optimal.

Kedua, pajak penghasilan (PPh) perusahaan digital lintas yurisdiksi, ini sesuatu yang masih belum memiliki kepastian. Organization on Economics for Co-operation and Development (OECD) sendiri telah memiliki blueprint yang terdiri atas dua pilar, tapi membutuhkan konsensus bersama yang memiliki tantangan secara politis. 

Baca Juga: CITA prediksi penerimaan PPN Netflix, Spotify dan lainnya bisa capai Rp 2,1 triliun

Menurut Bawono, cetak biru OECD terutama pilar dua juga akan memberikan dampak penerimaan bagi negara berkembang dengan pasar besar seperti Indonesia. Sementara itu, Bawono mengimbau pengenaan Pajak Transaksi Elektronik (PTE) juga perlu dipertimbangkan oleh pemerintah.

“Di sisi lain, ide mengenai aksi unilateral melalui PTE adalah sesuatu yang bisa kita pertimbangkan sebagai skenario antisipatif,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Senin (12/10). 

Ketiga, selama informasi mengenai pihak serta nilai transaksi yang dilakukan dalam ekosistem digital Indonesia belum diketahui secara detail, maka kepatuhan pajaknya akan sulit dioptimalkan. 

Baca Juga: Pakar hukum: Kesimpangsiuran draf RUU Cipta Kerja akibat proses yang dipaksakan

“Selain informasi, juga dibutuhkan terobosan untuk menjadikan pihak digital platform sebagai pihak yang berperan dalam administrasi perpajakan Indonesia, baik dalam sosialisasi, identifikasi dan pengumpul data, hingga pihak pemotong/pemungut pajak,” ujar Bawono. 

Selanjutnya: Kapan naskah final UU Cipta Kerja dipublikasikan? Ini jawaban Menkominfo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×