kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Pakar hukum: Kesimpangsiuran draf RUU Cipta Kerja akibat proses yang dipaksakan


Senin, 12 Oktober 2020 / 15:49 WIB
Pakar hukum: Kesimpangsiuran draf RUU Cipta Kerja akibat proses yang dipaksakan
ILUSTRASI. Sejumlah mahasiswa dan buruh melakukan aksi damai menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di kawasan Pasar Senen. ANTARA FOTO/ Reno Esnir/aww.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menuturkan, bahwa banyaknya versi draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja usai disahkan dalam rapat paripurna Senin (5/10) lalu, merupakan akibat dari proses legislasi yang dipaksakan.

"Jadi kesimpangsiuran draf adalah akibat dari proses yang dipaksakan. Ingat juga bahwa tanpa persetujuan sebenarnya diagendakan 8 Oktober [paripurna]. Mendadak saja diubah menjadi 5 Oktober," jelas Bivitri kepada Kontan.co.id pada Senin (12/10).

Bivitri menjelaskan, fakta yang terjadi beleid sapu jagat tersebut terlihat begitu diburu-buru pembahasannya. Terlihat dari pada Sabtu (3/10) Bivitri menyebut pembahasan sudah selesai dan dua hari kemudian yaitu 5 Oktober 2020 sudah disetujui dalam rapat paripurna.

Baca Juga: Kapan naskah final UU Cipta Kerja dipublikasikan? Ini jawaban Menkominfo

Pembahasan yang dilakukan pada malam hari dan akhir pekan saja sudah dinilai Bivitri tidak wajar. Terlebih menurutnya di masa Pandemi, di mana DPR sebenarnya sudah mengatur bahwa rapat-rapat dilaksanakan maksimal sampai pukul 16.00.

"Kemudian, ingat bahwa ini RUU “raksasa”, ada seribuan halaman, tentu saja tidak sempat untuk merapikan draf selama sehari yaitu hari Minggu, sebelum rapat Senin. Bayangkan saja revisi skripsi, kalau tebalnya 1.000 halaman dan dibahas banyak dosen dan banyak dosen memberi masukan revisi, apa sanggup kita perbaiki dalam waktu sehari?," jelasnya.

Terkait banyaknya versi draf omnibus law cipta kerja, ditekankan Bivitri, dalam proses politik dan kenegaraan seperti saat ini, komunikasi politik sangatlah penting. Dimana posisi wakil rakyat dan Presiden merupakan pejabat negara yang dipilih langsung oleh rakyat.

Maka para pemilih atau publik berhak tahu apa yang sebenarnya disetujui dan tentunya pejabat juga punya pertanggungjawaban politik ke publik yang telah memilih mereka. "Tidak boleh ada yang disembunyikan dari publik. Lagipula, mesti diingat, undang-undang mengatur publik, tentu saja publik perlu mengetahui setiap bagian dari proses ini dengan baik," ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah batal intervensi pajak daerah dan retribusi daerah di UU Cipta Kerja

Bivitri menambahkan, sudah ada 4 draf RUU Cipta Kerja yang beredar di publik melalui media sosial, pertama versi berjumlah 1.028 halaman, yaitu versi awal yang tersedia di website DPR; kedua, versi berjumlah 905 halaman, yang beredar pada 5 Oktober; ketiga versi berjumlah 1.052 halaman, yang disebut sudah bersih dari dari kesalahan ketik; keempat, versi berjumlah 1.035 halaman, yang beredar 11 Oktober yang disebut untuk dikirim ke Presiden.

Kembali ditegaskan Bivitri, dalam praktik tidak lazim sebuah Undang-Undang yang belum bisa dibaca naskah finalnya, disetujui bersama. Kemudian dijelaskannya tidak bisa jika terdapat suatu naskah yang disetujui tanpa yang menyetujui tahu isinya.

"Ketok palu bukan terhadap DIM (Daftar Inventarisasi Masalah, alat pembahasan berbentuk tabel pasal-per-pasal dan perubahannya), melainkan terhadap suatu naskah RUU. Kita tidak bisa hanya berbicara soal tidak ada teks pasal yang mengatur bahwa persetujuan mensyaratkan naskah final. Kita berbicara nilai-nilai konstitusional dan cara-cara demokratis," tegas Bivitri.

Kembali Bivitri menegaskan, publik harus diberi tahu dan kejelasan, terkait mana yang sebenarnya akan disahkan dan diundangkan. Hal itu lantaran ada banyak pihak yang juga ingin segera menganalisis RUU tersebut secara kritis.

Selanjutnya: Kemendikbud menghimbau mahasiswa agar tidak menggelar aksi demo tolak UU Cipta Kerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×