Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menunda implementasi Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT) menuai tanggapan dari kalangan pengamat pajak.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai bahwa pemerintah seyogianya tetap konsisten dalam menerapkan kebijakan ini demi menjaga kepentingan nasional dalam sistem perpajakan global.
Menurutnya, terdapat beberapa alasan kuat mengapa Indonesia sebaiknya tidak menunda penerapan pajak minimum global.
Pertama, Bawono menyatakan bahwa kekhawatiran terhadap langkah Amerika Serikat dalam merespons penerapan pajak minimum global oleh negara-negara lain seharusnya tidak perlu ditanggapi secara terburu-buru.
Baca Juga: Beri Sinyal Pajak Minimum Global Dibatalkan, Airlangga: Kita Lihat Situasi Global
Ia menilai Indonesia sebaiknya mencermati terlebih dahulu bagaimana AS memperlakukan negara-negara Uni Eropa yang telah lebih dulu menerapkan GMT serta mengamati komitmen negara-negara anggota Base Erosion and Profit Shifting Inclusive Framework (BEPS IF) lainnya.
Kedua, penundaan implementasi GMT dapat menghambat agenda reformasi pajak yang bertujuan untuk mengatasi praktik pengalihan laba (profit shifting) serta mencegah kompetisi pajak yang tidak sehat.
"Penundaan tersebut juga akan memberikan sinyal inkonsistensi posisi Indonesia dalam kesepakatan global tentang sistem pajak yang lebih adil," ujar Bawono kepada Kontan.co.id, Rabu (19/2).
Baca Juga: DJP Siapkan Aturan Teknis Pelaksana Pajak Minimum Global
Ketiga, Bawono mengatakan, GMT merupakan pendekatan bersama (common approach). Jika Indonesia tidak menerapkannya, maka potensi penerimaan pajak tambahan (top-up tax) justru akan diambil oleh yurisdiksi lokasi induk perusahaan melalui skema Income Inclusion Rule (IIR) atau oleh yurisdiksi lokasi perusahaan afiliasi melalui skema Undertaxed Payments Rule (UTPR).
Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2024, potensi penerimaan pajak tersebut dapat tetap diperoleh oleh pemerintah Indonesia melalui skema Domestic Minimum Top-up Tax (DMTT).
Dan terakhir, menurutnya penerapan GMT tetap dapat berjalan tanpa mengurangi daya saing investasi Indonesia. Berbagai insentif pajak seperti tax holiday, tax allowance, dan fasilitas Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) masih bisa tetap berlaku bersamaan dengan GMT.
Hal ini karena dalam kesepakatan global, terdapat beberapa elemen yang memungkinkan daya saing tiap negara tetap terjaga, misalnya melalui mekanisme Substance-Based Income Exclusion (SBIE), safe harbor, serta skema fasilitas kredit pajak.
Jika Indonesia tidak mengadopsi ketentuan ini, maka negara lain yang akan menentukan standar daya saing Indonesia dalam sistem perpajakan global.
Baca Juga: Indonesia Bisa Kantongi Rp 8 Triliun dari Implementasi Pajak Minimum Global 15%
Selanjutnya: Bill Gates Sebut 4 Isu Ini Harus Diwaspadai Generasi Mendatang
Menarik Dibaca: Jelang Ramadan, Pacific Palace Hotel Batam Hadirkan Paket Berbuka Puasa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News