Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus hukum yang menyeret PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab Indonesia serta afiliasinya yakni PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) kembali disorot pengamat hukum. Pasalnya, Grab dinilai terlalu banyak drama selama proses persidangan perkaranya.
Pengamat Hukum Persaingan Usaha yang juga menjabat Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU FH UI) Dhita Wiradiputra mengatakan, jika kasus hukum yang menyeret aplikator asal Malaysia itu seharusnya tidak terlalu rumit jika selama sidang para pembela perusahaan itu fokus pada substansi yang menjadi perkaranya.
Baca Juga: Pengamat sarankan Grab segera bayar denda KPPU sebesar Rp 29,5 miliar
“Jika dibandingkan dengan KPPU di masa lalu, saat ini komisioner di KPPU itu berupaya lebih objektif. Mereka tidak lagi terlibat dalam proses awal pemeriksaan, penyelidikan hingga pemberkasan. Kalau demikian, seharusnya pembela sebisa mungkin berupaya mematahkan dalil-dalil yang disampaikan investigator berdasarkan bukti atau fakta yang diberikan. Bukan sebaliknya, banyak drama yang justru mempermasalahkan hal lain di luar itu,” jelas Dhita dalam keterangan resminya, Selasa (14/7).
Setelah mempelajari hasil putusan sidang KPPU, Dhita sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh para pembela selama proses persidangan yang seolah tidak fokus pada perkara yang dituduhkan dan menghadapi permasalahan dengan baik.
Dhita mengatakan, masalah ini tidak muncul begitu saja. Ada ketidakpuasan di antara mitra driver non-TPI terkait order prioritas dan mereka sudah melakukan demo di Medan hingga akhirnya demo ke DPRD.
"Sebenarnya, akan dapat dibenarkan bagi suatu perusahaan memberikan perlakukan lebih atau eksklusivitas ke satu pihak selama terdapat rasionalitas tertentu yang bisa diterima secara ekonomi dan dibuktikan,” lanjut dia.
Berdasarkan hasil putusan sidang, KPPU menilai Grab tidak kooperatif dalam proses persidangan karena tidak hadir memenuhi panggilan sidang pemeriksaan terlapor dan tidak menyampaikan data dan atau dokumen yang diminta oleh Majelis Komisi.
Selain itu, Grab juga dituduh telah merendahkan pengadilan (contempt of court) karena dinilai tidak menghormati kedudukan Majelis Komisi dengan merendahkan kewibawaan serta kehormatan Majelis Komisi dan melakukan character assassination terhadap KPPU sebagai satu-satunya lembaga negara yang diberi kewenangan menegakkan hukum persaingan usaha.
Grab juga dinilai tidak menghargai profesi masing-masing pihak yang ada dalam ruang sidang, baik kepada Majelis Komisi, Saksi, maupun Ahli.
Baca Juga: Pengamat sebut denda KPPU terhadap Grab jadi bukti adanya kepastian hukum
Menurut Dhita, banyak pihak yang sebenarnya menantikan hasil perkara ini karena ribuan orang yang menggantungkan hidupnya kepada perusahaan seperti Grab ini.
Dengan transportasi daring yang sudah menjadi satu kebutuhan yang tidak dihindarkan, dia berharap jangan sampai ada praktik persaingan usaha tidak sehat
Dalam salinan putusannya, KPPU memutuskan PT Solusi Transportasi Indonesia atau yang selama penanganan perkara telah berganti nama menjadi PT Grab Teknologi Indonesia yang adalah pihak Terlapor I, dan TPI sebagai Terlapor II terbukti bersalah melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp7,5 miliar dan Rp 4 miliar, serta Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp 22,5 miliar dan Rp15 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News