kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat Beberkan Penyebab Program Food Estate Tidak Optimal


Minggu, 01 Oktober 2023 / 15:03 WIB
Pengamat Beberkan Penyebab Program Food Estate Tidak Optimal


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program lumbung pangan atau food estate menuai pro kontra. Belakangan juga santer kritikan yang menyebut food estate adalah program yang gagal.

Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian menilai kegagalan food estate terjadi lantaran beberapa hal. 

Pertama, food estate tidak memenuhi aspek agroklimatnya dan sosial budayanya. Ketidaksesuian ini menyebabkan produksi tidak optimal, meskipun sudah mendapatkan suntikan dana yang sangat besar. 

Selanjutnya, terbatasnya sumber daya manusia (SDM) atau petani sekitar dengan keahlian yang dibutuhkan di program food estate, sehingga harus mendatangkan petani dari Jawa. 

Baca Juga: Bantah Food Estate Jadi Program yang Gagal, Kementan Tunjukkan Hasilnya

"Kemudian ini memicu konflik horizontal di kalangan masyarakat petani pendatang dan petani asli daerah setempat," terang Eliza kepada Kontan.co.id, Minggu (1/10).

Ia menilai pengembangan food estate terlalu fokus dengan pengembangan komoditas strategis berskala besar. Padahal, menurutnya pengembangan pangan lokal dan hilirisasi pangan lokal lebih penting untuk diversifikasi pangan. 

"Semestinya kita memulai diversifikasi ke pangan lokal," jelas Eliza. 

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) membantah food estate menjadi program ketahanan pangan yang gagal. 

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga mengatakan saat ini beberapa program food estate sudah membuahkan hasil. 

Sebagai contoh, upaya intensifikasi di Kalimantan Tengah berhasil meningkatkan produktivitas di kawasan Pulang Pisau dari tahun ke tahun. Dari awal dimulai pada tahun 2020 dengan hasil rata-rata 2,5 ton per ha Gabah Kering Panen (GKP), meningkat menjadi 3,5 GKP ton per di tahun 2021 ha dan meningkat lagi mencapai 5,5 ton per ha tahun 2022. 

Baca Juga: Program Pemerintah untuk Menggenjot Produksi Pertanian Belum Optimal

Lokasi lain di Sumba Tengah, kata Boga, juga diklaim pemerintah setempat mampu mengurangi angka kemiskinan di kawasan food estate dan sekitarnya. 

"Petani Wonosobo pun merasakan manfaatnya dengan indikator terlihat dari peningkatan produktivitas panen meningkat, jaminan pemasaran komoditas dan peningkatan pendapatan petani di kawasan food estate," jelas Kuntoro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×