kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penerimaan pajak bisa surplus kendati ekonomi lesu


Rabu, 11 Juli 2018 / 09:07 WIB
Penerimaan pajak bisa surplus kendati ekonomi lesu


Reporter: Adinda Ade Mustami, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tinggi membuat defisit fiskal sampai semester I-2018 lebih rendah dari target. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, semester I-2018, realisasi penerimaan pajak Rp 581,54 triliun atau 40,84% dari target APBN 2018 yang sebesar Rp 1.424 triliun. Angka itu tumbuh 13,96% dibanding dengan periode sama tahun lalu.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemkeu Robert Pakpahan mengatakan, selain pengaruh pertumbuhan ekonomi, realisasi penerimaan pajak yang lebih tinggi juga disebabkan oleh meningkatnya kepatuhan wajib pajak dan dampak administrasi.

Dengan realisasi sampai semester I-2018 itu, dia optimistis, realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun 2018 akan tumbuh double digit. "Karena di setengah tahun kami tumbuh 13,96%, pertumbuhan harusnya naik 17% hingga 18% secara full year karena pengaruh amnesti pajak makin berkurang," kata Robert, Selasa (10/7). Namun, proyeksi itu belum memperhitungkan penerimaan dari PPh migas.

Dengan proyeksi pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 18% sampai akhir tahun, maka jika dihitung, kemungkinan penerimaan pajak tahun ini adalah sebesar Rp 1.354 triliun atau akan kurang dari target (shortfall) Rp 70 triliun. Angka shortfall pajak lebih kecil ketimbang tahun lalu yang sebesar Rp 136,1 triliun.

"Kalaupun ada shortfall, mungkin kami tidak sekhawatir tahun-tahun sebelumnya," kata Direktur Potensi dan Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal. Menurut Yon, shortfall akan bisa ditambal oleh penerimaan bea dan cukai dan PNBP.

Sebab, realisasi PNBP selama semester I-2018 cukup tinggi mencapai Rp 176,8 triliun atau 64,29% dari target. Angka itu juga naik 21,01% YoY. Realisasi PNBP migas tercatat Rp 58,76 triliun dan PNBP nonmigas Rp 16,36 triliun.

Lampaui target

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan PNBP didorong oleh harga komoditas yang tinggi dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Kondisi itu membuat penerimaan sumber daya alam (SDA) migas tumbuh 47,9% dibandingkan 2017.

Ditjen Anggaran Kemkeu menghitung, realisasi PNBP hingga akhir 2018 bisa mencapai Rp 352,8 triliun, jauh lebih tinggi dari target Rp 275 triliun. Itu dengan asumsi rata-rata ICP 2018 sebesar US$ 70 per barel dan rata-rata kurs rupiah Rp 13.800 per dollar AS.

Karena itu Sri Mulyani optimistis, kombinasi penerimaan pajak dan PNBP akan membuat pendapatan negara secara keseluruhan melampaui target APBN 2018. "Rp 8 triliun yang lebih tinggi," tandasnya. Dengan demikian, total realisasi penerimaan negara 2018 mencapai Rp 1.902,7 triliun.

Sehingga defisit anggaran tahun ini diperkirakan lebih rendah dari target APBN 2018 yang sebesar 2,19% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Menkeu memproyeksi, defisit anggaran sampai akhir tahun hanya akan 2,12% dari PDB.

Defisit anggaran yang lebih rendah menjadi alasan utama pemerintah tak mengajukan APBN Perubahan (APBN-P) ke DPR. Rencananya, Kemkeu hanya akan menyerahkan laporan semester pertama ke DPR pada 13 Juli 2018.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, realisasi penerimaan pajak Januari-Mei saja sudah melampaui trennya. Hitungan Prastowo, jika penerimaan pajak terus stabil maka realisasi akhir tahun mencapai 95% dari target atau shortfall Rp 71,2 triliun.

Namun Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, keputusan pemerintah tidak mengajukan perubahan APBN kurang ideal. Sebab, asumsi makro di semester pertama banyak yang meleset, mulai pertumbuhan ekonomi, kurs rupiah, hingga ICP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×