kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerimaan negara tumbuh melambat sampai Oktober, ini penyebabnya


Senin, 18 November 2019 / 16:35 WIB
Penerimaan negara tumbuh melambat sampai Oktober, ini penyebabnya
Menkeu?Sri Mulyani Indrawati saya memberikan pidato kunci dalam 5th Counter Terrorism Financing Summit di Manila, Filipina (13/11/2019). Pertemuan ini diinisiasi oleh 3 lembaga intelijen finansial (FIU) di kawasan Asia Pasifik yakni PPATK-Indonesia, AMLC-


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Penerimaan negara sampai akhir Oktober 2019 masih lesu. Pemerintah beralasan sentimen global yang berkelanjutan membuat pertumbuhan ekonomi dunia dan Indonesia melambat.

Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, realisasi penerimaan negara sepanjang Januari-Oktober 2019 sebesar Rp 1.508,9 triliun atau 69,6% dari target APBN sebesar Rp 2.165,1 triliun.

Baca Juga: Hingga Oktober, defisit APBN mencapai Rp 289 triliun

Angka itu tumbuh 1,2% secara tahunan, jauh lebih rendah dari pertumbuhan pencapaian periode sama tahun lalu yakni 21,3%. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, penerimaan pajak belum optimal lantaran perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan mitra dagangnya, terutama China menjadi sentimen yang masih berlanjut dan memengaruhi ekonomi domestik.

Sementara itu, jelang akhir tahun sentimen makin bertambah dengan tensi politik  di mana menjelang pemilu 2020 di AS. 

Di belahan dunia lain, kontraksi manufaktrur Jerman, ketidakpastian brexit, quantitative easing oleh European Central Bank (ECB) menghantui pertumbuhan ekonomi di Benua Biru. 

Baca Juga: Kemenkeu lelang paket barang elektronik Dell, Macbook hingga iPhone mulai Rp 85 juta

Dari sisi Asia, pelemahan ekonomi China terus melemah di mana perang dagang berkembang menjadi perang mata uang. Di sisi lain, krisis politik di Hongkong hingga Jepang dan Korea Selatan yang terlibat perang dagang juga menjadi pengaruh pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sri Mulyani menyampaikan sentimen tersebut membuat kinerja sektor minyak dan gas (migas) berada dalam tren melemah. Sehingga realisasi pendapatan pajak migas dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai akhir Oktober 2019 seret.

Baca Juga: Penanaman modal manufaktur capai Rp 52,8 triliun, ini yang dilakukan Kemenperin

“Ada empat alasan, harga migas rendah, lifting di bawah target, volume lebih rendah, dan kurs rupiah yang lebih kuat,” ujar Sri Mulyani dalam pemaparan realisasi APBN Oktober 2019 di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (18/11).

Kemenkeu mencatat, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price  (ICP) sampai dengan akhir Oktober senilai US$ 62 per barel. Angka tersebut 11,4% di bawah target APBN sebesar US$ 70 per barel.

Baca Juga: Mulai dari Ahok, kursi petinggi Pertamina, PLN, dan MIND ID segera dirombak

Sementara, untuk lifting minyak mencapai 744,700 barel per hari dari, di bawah target APBN 775.000 barel per hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×