Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan kepabeanan dan cukai (Bea Cukai) hingga akhir Februari 2025, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 tembus Rp 52,6 triliun atau mencapai 17,5% dari target yang telah ditetapkan.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo mengatakan, ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,1% secara tahunan (year-on-year/YoY).
"Kinerja positif ini didorong peningkatan penerimaan bea keluar, sebagai salah satu komponen penerimaan kepabeanan dan cukai. Hal ini mencerminkan tetap terjaganya aktivitas ekspor komoditas unggulan di tengah dinamika ekonomi global saat ini," ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (19/3).
Baca Juga: Hati-hati, Penipuan Berkedok Bea Cukai Meningkat Tajam Jelang Lebaran
Budi merinci, hingga Februari 2025 penerimaan bea keluar tercatat sebesar Rp 5,4 triliun atau naik 92,9% YoY, di mana dipengaruhi oleh bea keluar produk sawit yang mencapai Rp 5,3 triliun atau tumbuh 852,9% YoY,
Menurutnya, ini disebabkan kenaikan harga crude palm oil (CPO) bulan Februari 2025 mencapai USD955/metrik ton (MT) melebihi tahun 2024 yang sebesar USD806/MT.
Namun, lanjut Budi, komponen penerimaan kepabeanan dan cukai lainnya, yakni bea masuk dan cukai diketahui mengalami penurunan. Untuk penerimaan bea masuk, hingga Februari 2025 tercatat sebesar Rp 7,6 triliun atau turun 4,6% YoY, yang salah satunya dipengaruhi oleh penurunan bea masuk dari komoditas beras karena sejak awal tahun 2025 tidak diimpor lagi.
Ke depannya, Budi menegaskan, pihaknya bakal terus berupaya memperkuat pelayanan dan pengawasan impor untuk menjaga penerimaan.
"Kami akan terus menguatkan pelayanan dan pengawasan impor sebagai upaya menjaga penerimaan negara. Dengan pengawasan yang lebih ketat dan pelayanan yang efisien, Bea Cukai memastikan kepatuhan yang lebih baik dari pelaku usaha serta mencegah potensi kebocoran penerimaan," terangnya.
Baca Juga: Barang Kiriman Jemah Haji dengan Nilai hingga Rp 24,5 Juta Bebas Pajak dan Bea Masuk
Di sisi lain, Budi mengungkapkan, penurunan juga terjadi di penerimaan cukai. Hingga Februari 2025 penerimaan cukai tercatat sebesar Rp 39,6 triliun atau turun 2,7% YoY.
Rinciannya, cukai hasil tembakau tercatat sebesar Rp 38,4 triliun atau turun 2,6%, yang dipengaruhi oleh turunnya produksi rokok bulan November dan Desember 2024 sebesar 5,2%, sebagai basis perhitungan penerimaan cukai hasil tembakau di bulan Januari dan Februari 2025.
Sementara itu, cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp 1,1 triliun atau turun 7,6% YoY karena penurunan produksi MMEA sebesar 11,5%.
"Melalui pengawasan yang ketat dan pemberian insentif strategis, kami memastikan arus perdagangan yang aman sekaligus mendorong pertumbuhan industri nasional demi kebermanfaatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Budi.
Lebih lanjut, Budi menambahkan, pihaknya uga senantiasa melindungi masyarakat dan mengamankan perekonomian nasional dari barang ilegal dan penyelundupan dengan melakukan 4.454 penindakan di bidang kepabeanan dan cukai (turun 36,8% YoY) hingga Februari 2025.
Dari penindakan tersebut, perkiraan nilai tangkapan yang dihasilkan sebesar Rp 1,8 triliun (tumbuh 67,0% YoY). Lima komoditas teratas penindakan di antaranya rokok (50%), MMEA (7%), tekstil (3%), besi dan baja (4%), dan HP dan gawai (3%).
Baca Juga: Terungkap! Barang Kiriman WNI Hanya Sumbang Rp 1,7 Triliun ke Kas Negara
Di lingkup penindakan narkotika sendiri, hingga Februari 2025, Bea Cukai telah melancarkan 212 penindakan narkoba bersama APH terkait (turun 2,3% YoY) dengan barang bukti mencapai 1,2 ton (tumbuh 61,2% YoY).
Sementara itu, dalam menjalankan peran sebagai industrial assistance, Bea Cukai mencatat kegiatan ekonomi di kawasan berfasilitas hingga Februari 2025 masih tumbuh. Hal ini ditandai kenaikan pemanfaatan insentif, nilai ekspor, dan nilai impor perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
Diketahui, insentif kepabeanan hingga Februari 2025 mencapai Rp 5,8 triliun atau tumbuh 7,7% (YoY) dipengaruhi pertumbuhan insentif untuk fasilitas bea masuk kawasan berikat, kawasan ekonomi khusus (KEK), dan KITE.
"Diharapkan pengelolaan APBN akan semakin optimal, sehingga APBN tetap menjadi instrumen utama untuk mendorong pertumbuhan, pemerataan dan keadilan sosial, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian, dalam menghadapi ketidakpastian tantangan perekonomian global dan domestik," pungkasnya.
Selanjutnya: IHSG Melompat 1% ke 6.375,69 Mengawali Perdagangan Kamis (20/3) Pagi
Menarik Dibaca: Indomaret Jual Jersey Timnas Indonesia dengan Harga Murah, Ini Harganya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News