kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Peneliti LIPI: Omnibus Law Cipta Kerja jelas-jelas merugikan pekerja


Jumat, 28 Februari 2020 / 05:18 WIB
Peneliti LIPI: Omnibus Law Cipta Kerja jelas-jelas merugikan pekerja


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut isi omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, khususnya dalam bab ketenagakerjaan jelas-jelas merugikan pekerja.

"Memperdalam eksploitasinya (pekerja). Isinya jelas-jelas merugikan," kata Penelitian Pusat Peneliti Politik LIPI Fathimah Fildzah Izzati di Jakarta, Kamis (27/2/2020).

Wanita yang kerap disapa Fildzah ini menjelaskan, RUU Cipta Kerja disebut merugikan karena secara eksplisit menunjukkan liberalisasi ekonomi sebab adanya deregulasi yang mengurangi hak-hak dasar buruh.

Baca Juga: Pengamat: Omnibus law dipercaya akan menggairahkan pasar properti

Misalnya seperti penghilangan upah lembur di sektor tertentu dan penghilangan pembayaran upah saat cuti bagi pegawai wanita, seperti menstruasi, hamil, melahirkan, dan beribadah.

"Akhirnya akan menjadi masalah dan dijadikan dalih oleh para pengusaha untuk menghilangkan kewajiban membayar utang lembur. Selain itu membahayakan kesehatan buruh perempuan karena saat perempuan mengalami haid tubuhnya berada dalam keadaan rentan," jelas Fildzah.

Baca Juga: Omnibus law dinilai berpotensi merugikan jemaah haji dan umrah

Lebih lanjut Fildzah mengungkap, omnibus law bisa saja membuat pengusaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sewenang-wenang mengingat prinsip RUU Cipta Kerja easy firing dan easy hiring dengan dalih memudahkan masuknya investasi.

Bahkan, PHK sewenang-wenang bisa dilakukan akibat kecelakaan kerja yang dialami buruh. Dalam RUU Cipta Lapangan Kerja bab Ketenagakerjaan pasal 154 A disebutkan, pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya melampaui 12 bulan.

Baca Juga: Omnibus law Cipta Kerja dinilai bisa sehatkan industri telekomunikasi, ini kata ATSI

"Seharusnya kalau buruh mengalami kecelakaan kerja jangan di PHK. Jadi ini konsekuensi dari liberalisasi ekonomi, juga di dalamnya bisa saja relokasi produksi ke wilayah dengan upah yang murah, kerusakan alam, dan sebagainya," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Peneliti: Omnibus Law Cipta Kerja Rugikan Pekerja"
Penulis : Fika Nurul Ulya
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×