Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
Oleh karena itu, PPATK berharap RUU perampasan aset tindak pidana dapat segera masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2021 atau setidaknya masuk prolegnas prioritas tahun 2022.
Konsep perampasan aset dimaksudkan supaya bisa meningkatkan efektivtas pemberantasan tindak pidana ekonomi. "Karena kita menganggap tindak pidana ekonomi darah yang menghidupinya ya uang, aset," terang Dian.
PPATK menilai adanya RUU perampasan aset tindak pidana menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan persoalan yang terkait tindak pidana ekonomi di Indonesia.
Apalagi dengan masifnya tindak pidana seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana penipuan, tindak pidana narkoba, tindak pidana di sektor perbankan, pasar modal, Illegal logging, dan Illegal fisihing.
Baca Juga: Investor lebih baik pilih saham di sektor yang recovery atau sektor hot?
"Jadi ini potensi kerugian yang bisa di recover sekitar kurang lebih mencapai angka Rp 100 triliun, kemudian dalam kenyataannya mungkin hanya mencapai Rp 1 triliun - Rp 2 triliun. Ini sesuatu hal yang semacam ironi karena kami tahu persoalan, kami sudah melakukan analisis, pemeriksaan, tetapi tidak ditindaklanjuti," tutur Dian.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengakui, RUU perampasan aset tindak pidana belum masuk pada prolegnas prioritas tahun 2021. Sebab penetapan Prolegnas prioritas tahun ini sudah ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR.
"Tetapi saya kira nanti pada bulan Juni 2021 itu ada evaluasi terhadap pelaksanaan prolegnas, biasanya RUU yang dipandang urgent, sangat mendesak, bisa diajukan dalam revisi prolegnas prioritas pada tahun 2021," ujar Edward.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News