CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Penegak hukum diminta optimalkan asset recovery dalam perkara tindak pidana ekonomi


Rabu, 07 April 2021 / 19:12 WIB
Penegak hukum diminta optimalkan asset recovery dalam perkara tindak pidana ekonomi
ILUSTRASI. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang baru Dian Ediana Rae


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendorong aparat penegak hukum untuk mengoptimalkan asset recovery dalam setiap perkara tindak pidana ekonomi.

Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan, selama kurang lebih 17 tahun belakangan ini, penindakan terhadap tindak pidana pencucian uang dinilai masih minimal.

Seharusnya semua aparat penegak hukum yang menangani tindak pidana bermotif ekonomi harus selalu harus disertai tindak pidana pencucian uang ketika melakukan penyidikan dan penuntutan.

Ia menuturkan, pihaknya telah bertemu dengan Kapolri, Jaksa Agung dan KPK meminta supaya setiap tindak pidana ekonomi harus disertai dengan tindak pidana pencucian uang. Hal Ini untuk membantu asset recovery yang baik.

Baca Juga: Cegah tindak pidana pencucian uang, PPATK perkuat sinergi dengan BPKP

"Recovery Aset yang tadinya salah satu sasaran UU TPPU kita ini, tidak menunjukkan hasil yang signifikan karena berbagai persoalan. Ini kalau yang kita lihat tindak lanjut itu masih dibawah 50 persen. PPATK sudah menyerahkan hasil analisis dan hasil pemeriksaan hampir mencapai jumlah 5.000 ke seluruh aparat penegak hukum, tapi mungkin yang ditangani masih jumlah ratusan," kata Dian dalam diskusi virtual, Rabu (7/4).

Dian menerangkan, tindak pidana perekonomian dan/atau shadow economy berdampak pada terganggunya perekonomian.

Menurut berbagai analisis dari berbagai lembaga internasional menyatakan, potensi kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidana ekonomi mampu mencapai sekitar 20 persen sampai 40 persen dari GDP (gross domestic product/produk domestik bruto).

Ia menilai, saat ini belum ada faktor penjera untuk tindak pidana ekonomi. Apalagi yang menjadi prioritas dalam penegakan hukum adalah mengejar penjahat ekonomi tanpa dibarengi dengan mengejar asset recovery.

"Sehingga mungkin banyak yang pasang badan, kemudian dipenjara sekitar 5 tahun atau 3 tahun, setelah itu selesai keluar penjara, aset nya masih banyak yang tersisa," ujar Dian.



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×