Reporter: Dyah Megasari | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, rupanya, turut mempengaruhi harga bahan bakar gas. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi DKI (Pemprov) mendesak Menteri BUMN memasukkan bahan bakar gas untuk transportasi ke kelompok kategori tertentu agar harga bahan bakar gas stabil.
Selama ini gas untuk bahan bakar transportasi masuk dalam kelompok kategori industri, sehingga harga yang ada kerap berfluktuatif mengikuti pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Jika masih di kelompok industri akan sulit," kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Sementara, jika gas untuk transportasi masuk dalam kategori tertentu, harganya akan ditentukan pemerintah dengan harga rupiah.
Permintaan Pemprov DKI itu bukan tanpa sebab. Sebab, harga gas yang fluktuatif, acap menyebabkan terjadinya sengketa pembayaran gas untuk bahan bakar Bus Transjakarta. Saat ini, Pemprov DKI menunggak Rp 9,5 miliar kepada PT Petross Gas, salah satu perusahaan pemberi jasa pengisian bahan bakar gas atau BBG untuk Bus Transjakarta. Akibat penunggakan tersebut, PT Petross juga menunggak membayar ke Perusahaan Gas Negara.
Tunggakan itu untuk jasa pengisian BBG Bus Transjakarta di stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) Rawa Buaya dan Perintis Kemerdekaan periode Mei 2006 sampai Mei 2008. Gara-gara tunggakan ini pula PGN tak mau memasok gas ke empat SPBG yang sudah siap beroperasi.
Empat stasiun pengisian bahan bakar gas itu berada di kawasan Kampung Rambutan, Tanah Merah, Kramatjati, dan Asrama Haji Pinang Ranti. PGN juga tak mau menyambung pipa distribusi gas karena harga gas belum jelas. Itu sebabnya, perubahan status sangat diperlukan agar harga gas stabil. "Dengan harga yang stabil, maka ketersediaan gas diperkirakan akan lebih mudah," ujar Fauzi Bowo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News