kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemindahan ibu kota, jangan sampai penduduk lokal jadi penonton


Rabu, 26 Juni 2019 / 19:34 WIB
Pemindahan ibu kota, jangan sampai penduduk lokal jadi penonton


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah masih mengkaji rencana pemindahan ibu kota negara. Berdasarkan studi yang dilakukan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) terdapat berbagai dampak positif yang ditimbulkan pembangunan ibu kota ini.

Dampak positif yang ditimbulkan antara lain adanya peningkatan PDB sebesar 0,1%, menurunkan kesenjangan antar kelompok pendapatan, mendorong perdagangan antar wilayah, juga meningkatkan investasi. Bappenas pun mengklaim pembangunan ibu kota ini tidak akan memakan banyak anggaran APBN karena lebih mendorong pembangunan dengan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).

Meski diklaim memiliki banyak dampak positif, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira justru meragukan hasil studi Bappenas tersebut. Menurutnya masih banyak dampak negatif yang ditimbulkan. 

Pertama, dia berpendapat pemindahan ibu kota ini akan menggunakan anggaran pemerintah dari APBN cukup berat. Menurutnya, total biaya sebesar Rp 466 triliun belum memasukkan pembengkakan yang terjadi akibat spekulasi tanah.

Biaya lain seperti pembebasan lahan akan semakin mahal karena adanya spekulan. Apalagi, tidak semua tanah akan disediakan oleh tanah negara sementara kebutuhannya cukup besar.

"Biaya lain juga bisa muncul misalnya force majeur karena krisis harus dimasukkan dalam budget. Konsekuensi dari mahalnya biaya itu akan menambah defisit APBN dan utang pemerintah. Jadi untuk saat ini tidak feasible secara ekonomi," tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (26/6).

Dia menambahkan, ada kemungkinan swasta dan BUMN memiliki ketertarikan untuk mendanai pembangunan properti, akan tetapi untuk biaya membangun gedung kementerian masih sulit mengandalkan swasta karena sifatnya yang tak komersial.

Sementara, BUMN masih harus menghitung keuntungan dan kerugian dan waktu pengembalian modal. Dikhawatirkan BUMN justru akan menambah utang karena waktu return yang terlalu lama. Hal tersebut justru akan menimbulkan tekanan terhadap keuangan.

Pemindahan ibu kota juga akan menimbulkan inflasi karena arus urbanisasi ke tempat baru menaikkan harga kebutuhan pokok. "Ini bisa menekan daya beli masyarakat di sekitar ibu kota yang baru," katanya.

Terkait masalah ketimpangan, Bhima menilai adanya pemindahan ibu kota justru akan memunculkan ketimpangan yang lebih besar. Ini diakibatkan munculnya pendatang yang dianggap lebih mampu secara ekonomi bila dibandingkan dengan penduduk lokal.

"Kalau mau pindah ibu kota perlu dipikirkan nasib warga lokal jangan hanya jadi penonton saja. Ketimpangan yang tinggi bisa ciptakan kriminalitas. Bahkan lebih buruk dari Jakarta," katanya.

Tak hanya itu, Bhima pun menilai, pemindahan ibu kota tidak akan bisa mengentaskan masalah kemacetan. Ini mengingat jumlah kendaraan dinas yang berkurang tak signifikan.

Adanya pertambahan sebesar 0,1% terhadap PDB akibat pemindahan ibu kota  pun tak dianggap signifikan. "Karena tanpa pemindahan ibu kota pertumbuhan ekonomi setiap tahun berkisar 5%. Kalau menjadi 5,1%, kurang nendang," tuturnya.

Menurut Bhima, dibandingkan memindahkan ibu kota, dia menyarankan agar anggaran yang ada digunakan untuk mengembangkan industri di luar Jawa. Dia pun berharap supaya pemerintah memberikan data yang berimbang terkait dampak positif dan negatif yang ditimbulkan, ini mengingat anggaran yang dibutuhkan tidak kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×