Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah mengajukan perubahan atas skema pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) Final dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang kini tengah dibahas bersama parlemen.
Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan pemerintah mengusulkan perubahan kemudahan dan kesederhanaan PPN Final dalam RUU KUP untuk mempermudah dalam menghitung dan menyetor jumlah pajak yang harus disetor. Nantinya wacana tersebut dapat dilakukan dengan cara menggunakan tiga ketentuan.
Pertama, dasar pengenaan pajak (DPP) pajak keluaran dengan menggunakan nilai lain. Dalam hal ini tidak terdapat harga jual atau DPP silit ditentukan. Kedua, untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan kegiatan usaha tertentu dapat memungut dan menyetor PPN dengan tarif efektif tertentu serta dengan mekanisme yang disederhanakan melalui PPN Final.
Ketiga, PKP dengan kegiatan usaha tertentu merupakan PKP yang kesulitan dalam mengadministrasikan pajak masukan atau pajak masukannya relaltif terlalu kecil dibandingkan dengan pajak keluaran.
Baca Juga: Alasan UMKM keberatan dikenakan PPh minimum 1% untuk wajib pajak yang merugi
Dalam hal ini, otoritas pajak mengatur PPN Final ditetapkan bagi pengusaha tertentu dengan kegiatan tertentu. Misalnya, PKP dengan omzet peredaran bruto usaha maksimal Rp 1,8 miliar cukup setor 1% dari peredaran usahanya. Contoh lainnya, PPN Final berlaku untuk PKP dengan kegiatan usaha tertentu seperti produk pertanian, maka cukup setor 1% karena tidak memiliki pajak masukan.
“PPN Final kita coba sederhanakan gambarannya PKP cukup 1% dari omzet dan tidak ada perlu PKP lagi yang mungkin dalam beberapa wacana mengatakan goods and service tax (GST) atau apa. Tapi kita buat model yang mempermudah ini untuk PKP dengan omzet tersebut, atau PKP kegiatan tertentu yang dalam perhitungannya dia mengalami, tapi kesulitan tidak secara luas kita berlakukan,” ujar Yoga dalam Acara HUT IKPI ke-56 Diskusi Panel, Jumat (27/8).
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Khsan Ingratubun mengatakan wacana tersebut jelas akan memberatkan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Karenanya, batasan omzet Rp 1,8 miliar termasuk dalam ruang lingkup UMKM.
Padahal saat ini, dalam Undang-Undang (UU) terkait PPN, yang diwajibkan memungut, menyetor, dan melapor adalah usaha yang masuk dalam kategori PKP yakni dengan penghasilan di atas Rp 4,8 miliar per tahun. Artinya, beban UMKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakan makin berat dengan adanya rencana perubahan PPN Final tersebut.
“Kalau dalam situasi seperti ini, pengenaan PPN 1% itu keliru dan memberatkan. Dengan pengenaan PPh Final sebesar 0,5% saja kami kesulitan membayar,” kata Ikhsan saat Konferensi Pers, Selasa (31/8).
Menurutnya, klausul PPN Final dalam RUU KUP yang diinisiasi oleh pemerintah tersebut tidak selaras dengan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 yang justru memberikan kemudahan kepada UMKM. “Kami tidak setuju karena hal ini tidak sejalan dengan UU Cipta Kerja. Di sana disebutkan berbagai keberpihakan pemerintah untuk UMKM dan rencana ini sangat tidak mencerminkan hal tersebut,” ucapnya.
Selanjutnya: Pokok-pokok penting RUU KUP yang harus menjadi perhatian pelaku usaha dan masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News