Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menagih tunggakan pajak dari 200 wajib pajak besar dengan nilai mencapai Rp 60 triliun.
Langkah ini mendapat dukungan dari DPR RI karena dinilai penting bagi keadilan fiskal sekaligus kesehatan keuangan negara.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, daftar 200 penunggak pajak tersebut sudah inkrah di pengadilan.
Mereka memiliki kewajiban pajak antara Rp 50 triliun hingga Rp 60 triliun. Purbaya menyatakan penagihan akan dilakukan secara tegas, bahkan memberi ultimatum agar kewajiban tersebut dilunasi dalam waktu satu minggu.
Baca Juga: Setoran Pajak dari Wajib Pajak Besar Baru Terkumpul Rp 169 T hingga 30 April 2025
“Kalau tidak ada itikad baik, akan kami paksa bayar,” tegas Purbaya di Jakarta, Selasa (23/9).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan sebagian penunggak berasal dari sektor komoditas dan sumber daya alam.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, menyebut sudah ada yang mulai melakukan pembayaran ke kas negara. Namun bagi yang masih menunggak, sanksi tegas akan diberlakukan.
“Negara serius menegakkan keadilan. Wajib pajak yang patuh tidak akan ditagih, sementara yang punya tunggakan harus menyelesaikan kewajibannya,” ujar Rosmauli, Jumat (26/9).
Langkah agresif ini dilakukan karena penerimaan pajak hingga Agustus 2025 masih tertekan. Realisasi pajak tercatat Rp 1.135,4 triliun atau baru 54,7% dari target outlook, turun 5,1% dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 1.196,5 triliun.
Anggota Komisi XI DPR RI, Charles Meikyansah, menilai penagihan ini merupakan momentum penting untuk menegakkan keadilan pajak. Ia menekankan, wajib pajak besar yang menikmati keuntungan harus menunaikan kewajiban sebagaimana UMKM dan karyawan yang selama ini taat.
Baca Juga: Semester I-2025, Setoran Pajak dari Wajib Pajak Besar Terkumpul Rp 263,03 Triliun
“Ini sinyal positif bahwa hukum fiskal berlaku setara tanpa pandang bulu. Kami di Komisi XI akan mengawal agar prosesnya adil, transparan, dan bebas dari intervensi politik,” kata Charles.
Senada, Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menilai kebijakan ini signifikan untuk menjaga fiskal negara. Menurutnya, Rp 60 triliun setara dengan 15–20% defisit APBN per Agustus 2025 yang mencapai Rp 321,6 triliun. Jika berhasil ditagih, pemerintah tidak perlu menambah utang baru.
“Kalau penunggak pajak besar bisa dieksekusi, akan ada efek jera sekaligus memberi rasa keadilan bagi wajib pajak yang taat,” ujar Anis.
Meski demikian, Anis mengingatkan perlunya reformasi fundamental dalam sistem perpajakan agar masalah tunggakan tidak berulang.
Baca Juga: Kanwil DJP Jakut Akan Ambil Tindakan Hukum Atas Tunggakan Wajib Pajak Rp 176,40Miliar
Digitalisasi seperti Coretax harus benar-benar memudahkan masyarakat. Ia juga menekankan agar penegakan hukum pajak tidak menimbulkan keresahan di dunia usaha.
“Pajak jangan terasa seperti memeras. Kita perlu membangun kesadaran bahwa pajak adalah kontribusi bersama untuk bangsa,” pungkasnya.
Selanjutnya: Produk Udang Indonesia Tersandung Kasus Radioaktif, Eksportir Tuntut Transparansi Uji
Menarik Dibaca: Promo BCA Digital Liburan ke Singapura, mulai Kuliner hingga Pengalaman Menarik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News