Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat mengeluarkan kajian dan rekomendasi kepada pemerintah untuk menekan defisit pengeluaran BPJS Kesehatan tanpa menaikkan iuran peserta.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyebut pemerintah tidak merespons rekomendasi KPK tersebut hingga akhirnya menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
"(Rekomendasi) sudah (disampaikan) dalam bentuk surat dan lampiran. Belum ada respons," kata Pahala kepada Kompas.com, Jumat (15/5/2020).
Baca Juga: Terpukul Covid-19, Asosiasi Media dorong pemerintah beri stimulus industri media
Menurut Pahala, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini pun tidak akan efektif karena akan membuat pesertanya tidak dapat membayar atau turun kelas.
Ia mengatakan, tingkat tunggakan pada tahun 2018, sebanyak 50% merupakan para peserta mandiri. "Kalau dinaikkan, bisa jadi malah tidak bayar atau turun kelas. Nah, buat BPJS kan kenaikan ini hasilnya tidak akan seperti yang diharapkan," ujar Pahala.
Dalam kajiannya, KPK menyebut pengeluaran klaim BPJS Kesehatan dapat dihemat sebesar Rp 12,2 triliun tanpa menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
"Kita proyeksikan sekitar Rp 12,2 triliun itu bisa didapat bukan dalam bentuk tambahan uang karena rekomendasi tadi lebih banyak ke penurunan pengeluaran," tutur Pahala dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/3/2020) lalu.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan naik di tengah pandemi, pemerintah: Negara sedang sulit
Pahala memaparkan ada enam rekomendasi yang disampaikan kepada Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan agar pengeluaran dapat ditekan.
Pertama, Kemenkes mempercepat penyusunan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran untuk mencegah unnecessary treatment atau biaya tidak perlu, yang dapat meningkatkan pengeluaran.
Kedua, membuka opsi pembatasan klaim untuk penyakit katastroupik yang disebabkan gaya hidup tidak sehat. Ketiga, mengakselerasi coordination of benefit dengan asuransi kesehatan swasta.