Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
Keempat, mengimplementasikan co-payment sebesar 10% bagi peserta mandiri sesuai Permenkes 51 Tahun.
Kelima, mengevaluasi penetapan kelas rumah sakit. Kemudian, keenam adalah menindaklanjuti verifikasi klaim untuk mengatasi tindakan curang (fraud) di lapangan.
"Jadi kalau dari penerimaan dikerjakan, tunggakan dikejar, dan dari ini spesifik untuk enam rekomendasi kita, rasanya defisit itu bukan hal yang harus ditutup dengan hanya kenaikan iuran," ujar Pahala.
Baca Juga: Ini perincian arah kebijakan belanja negara tahun 2021
Namun, seperti diketahui, Pemerintah belakangan memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34. Rinciannya, iuran peserta mandiri kelas I naik, dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000.
Sementara Iuran peserta mandiri kelas II meningkat, dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000. Kemudian, Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Baca Juga: Jika Perpres 64/2020 dijalankan, BPJS Kesehatan mengklaim defisit hampir teratasi
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500. Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000. (Ardito Ramadhan)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rekomendasi KPK soal Defisit BPJS Kesehatan Tak Direspons Pemerintah"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News