kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah tak bisa berharap pelonggaran moneter


Sabtu, 17 Desember 2016 / 10:00 WIB
Pemerintah tak bisa berharap pelonggaran moneter


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Bank Indonesia memberikan sinyal era kebijakan moneter longgar sudah berakhir. Kini arah kebijakan moneter BI adalah fokus pada menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, tidak lagi pada pertumbuhan ekonomi. Istilahnya arah moneter BI saat ini adalah stability over growth.

Keputusan BI ini jelas akan memberatkan pemerintah dalam menjaga target ekspansif yang akan dilakukan tahun 2017 nanti.

Seperti diungkapkan ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih. Menurutnya kebijakan tersebut membuat target pertumbuhan ekonomi yang tercantum dalam APBN 2017 sebesar 5,1% tidak akan mudah tercapai. “Mau tidak mau pemerintah harus mengandalkan kebijakan fiskal agar pertumbuhan tetap terjaga,” katanya, Jumat (16/12).

Salah satu yang bisa dilakukan yakni dengan mempercepat realisasi belanja modal, terutama belanja infrastruktur. Tetapi itu tidak akan mulus, sebab masih ada ancaman shortfall, sehingga potensi  terjadinya defisit APBN masing terbuka.

Kondisi tersebut akan membuat pemerintah kembali menerbitkan surat berharga negara. Namun dengan ancaman kenaikan Fed Fund Rate (FFR) di tahun depan, hal itu tentu memiliki risiko.

Lana menyayangkan keputusan pemerintah yang tidak mengambil seluruh penawaran yang masuk saat pre funding penerbitan global bond pada pekan lalu. Padahal saat itu penerbitan yang dilakukan terbilang masih murah. Setelah pasar mengetahui arah kebijakan BI,  peluang mendapatkan pembiayaan murah juga menjadi lebih sulit.

Oleh karena itu Lana menilai kebijakan BI yang mengubah arah kebijakannya saat ini dinilai terburu-buru. Bahkan menurutnya, BI masih bisa menurunkan BI rate sebesar 25 basis points (bps) di bulan ini, sebelum Presiden terpilih AS benar-benar merealisasikan kebijakannya.

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan, sebetulnya kenaikan FFR sudah masuk dalam perhitungan risiko pelaku pasar jauh sebelum diputuskan. Yang belum adalah rencana kebijakan Donald trump terkait rencana ekspansif dengan ekonomi yang lebih ekslusif.

Jadi, kalaupun BI menurunkan sukubunganya tidak akan menimbulkan gejolak di pasar keuangan. Namun demikian, dia menilai BI sudah menangkap sinyal bahwa ketidakpastian ekonomi global semakin kuat. Bukan hanya masalah AS saja, melainkan juga perkembangan di China.

Selain itu, risiko inflasi tahun 2017 yang akan meningkat juga telah diprediksi BI. Hal itu dipacu oleh risiko meningkatnya inflasi di sisi administer price atau harga yang diatur pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×