Sumber: KONTAN | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Besarnya dana yang dibelanjakan para calon kepala daerah dalam pemilihan umum kepala daerah atawa pilkada, ternyata, dapat memicu penyelewengan anggaran. Untuk mencegah itu, pemerintah pusat mencantumkan penyederhanaan ongkos pilkada melalui revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, salah satu bentuk penyederhanaan biaya pilkada, adalah meniadakan acara pengerahan massa dan menggantinya dengan debat publik. "Pengerahan massa butuh biaya besar," ujarnya, akhir pakan lalu
Lalu, apa hubungannya cara berkampanye para calon dengan penyelewengan anggaran? Gamawan bilang, mahalnya ongkos pilkada bisa mendorong kepala daerah terpilih untuk mencari cara mengganti dana yang sudah mereka keluarkan dengan menyelewengkan anggaran daerah.
Alhasil, terjadilah kasus korupsi dan harus berurusan dengan penegak hukum. "Hingga saat ini, Presiden sudah mengeluarkan izin pemeriksaan 150 kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota," kata mantan Gubernur Sumatera Barat itu.
Gamawan menambahkan, ada dua penyebab korupsi anggaran daerah. Yakni, tidak memahami pengelolaan keuangan daerah dan memang berniat korupsi.
Makanya, melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24/2010, pemerintah pusat mewajibkan kepala daerah terpilih menjalani masa orientasi pengelolaan keuangan daerah, manajemen pemerintahan daerah, dan proses pengadaan barang/jasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News