Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah mewaspadai harga komoditas global yang masih volatile. Sebab harga komoditas global kemungkinan bisa meningkat imbas ketersediaan supply komoditas yang menurun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, faktor dari harga komoditas global tidak hanya dari masalah perekonomian saja, yang saat ini cenderung melemah dari sisi global, sehingga menyebabkan permintaan cenderung menurun.
Akan tetapi, gangguan rantai pasok bisa terjadi disebabkan masalah keamanan imbas ketegangan geopolitik utamanya di Kawasan Timur Tengah juga bisa menjadi masalah baru. Gangguan rantai pasok tersebut kata Sri Mulyani, bisa menyebabkan supply komoditas menurun.
“Jadi disatu sisi meskipun demand nya melemah, harusnya kecenderungan harga komoditas tidak naik. Namun supply shock nya lebih dominan sehingga harganya bisa mengalami kenaikan,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Jumat (26/4).
Adapun Ia mencatat, harga komoditas utama global saat ini bila dibandingkan tahun 2022 dan 2023 memang mengalami penurunan.
Baca Juga: Kemenkeu Sudah Salurkan Belanja Negara Rp 611,9 Triliun Hingga Maret 2024
Misalnya saja untuk Brent, pada 2022 lalu harganya sempat menyentuh US$ 120 per barel, namun pada April ini turun ke level US$ 88 per barel, meskipun dari Januari-Maret 2024 mengalami peningkatan 18%.
Kemudian, untuk Crude Palm Oil (CPO) pada 2022 harganya sempat menyentuh US$ 1.600 hingga US$ 1.800 per ton. Namun April ini harganya turun menjadi US$ 850 per ton, meskipun dari Januari-Maret 2024 mengalami peningkatan 6%.
Harga natural gas juga mengalami penurunan cukup dalam dari 2022, dan Maret 2024 ini nilainya mencapai US$ 1,7 per MMBtu, atau turun 34,3% dari Januari ke Maret 2024.
Terakhir, harga batu bara juga turun tajam dari 2022, dan April ini mencapai US$ 120 per metrik ton, atau turun 11,9% dari Januari ke Maret 2024.
“Batubara merupakan komoditas penting di Indonesia, ini turun signifikan 11,9% year to date. Ini terlihat nanti dalam kinerja perusahaan pertambangan terutama batu bara, yang kemungkinan dampaknya kepada penerimaan pajak dari perusahaan tersebut,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News