Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
Langkah nyata DJBC menekan impor adalah dengan diberlakukannya penurunan batas impor barang kiriman bebas bea masuk dari sebelumnya US$ 75 menjadi US$ 3 untuk setiap penerima barang per hari, atau lebih dari satu pengiriman per hari. Aturan ini sudah berlangsung per 1 Januari 2020. Tujuannya untuk menciptakan keadilan usaha bagi produsen dalam negeri.
Namun demikian, Syarif mengaku bea cukai saat ini memperketat pengawasan barang impor baik dari udara, laut, maupun darat. Terutama dari daerah-daerah perbatasan antar negara yang kerap menjadi tempat perdagangan barang ilegal.
DJBC mematok target penerimaan kepabeanan 2020 mencapai Rp 42,6 triliun dengan kontribusi bea masuk sebesar Rp 40 triliun dan bea keluar Rp 2,6 triliun. Meski ekspor bakal digenjot, tapi secara kepabeanan kontribusinya tidak sebesar bea impor yang tarif kepabeanannya lebih tinggi.
Dus, DJBC meyakini proyeksi penerimaan kepabeanan di tahun ini tidak akan tercapai. Sayangnya, Syarif tidak bisa menyebutkan proyeksi kontraksi realisasi kepabeanan di tahun ini.
Baca Juga: Bea Cukai dan Pos Indonesia pertimbangkan peraturan barang kiriman
Yang jelas, DJBC sudah mengatur strategi penerimaan. Syarif bilang koreksi pada penerimaan bea masuk dan bea keluar akan disubstitusi dari penerimaan cukai. Sehingga, secara total penerimaan bea dan cukai masih bisa moncer di tahun ini.
Targetnya, Bea Cukai akan mengumpulkan Rp 179,3 triliun dari penerimaan cukai. Angka ini tumbuh 8,14% dari target akhir tahun lalu sebesar Rp 165,8 triliun.
“Penerimaan bea masuk dan dan bea keluar ditutup oleh cukai. Kebijakan saat ini produksi rokok turun sebagai bentuk pengendalian barang kena cukai. Secara tarif rokok naik 23% dan Harja Jual Eceran (HJE) 35%. Ini akan seimbang, produksi turun tapi tarif kan naik, sehingga target bea dan cukai optimistis tercapai,” terang Syarif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News