Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2021 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Selasa (12/5).
Sri mengatakan, dengan mempertimbangkan segala risiko dan ketidakpastian yang masih berlangsung, pemerintah memperkirakan kinerja perekonomian global di tahun depan bisa mengalami pemulihan seiring dengan meredanya wabah virus Corona.
Baca Juga: Kepala BKF: Pandemi corona (Covid-19) mengantam komsumsi dan dunia usaha
"Dengan asumsi tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan mampu tumbuh pada kisaran 4,5%-5,5% dengan tingkat inflasi antara 2,0%-4,0%," ujar Sri di dalam agenda rapat paripurna DPR RI, Selasa (12/5).
Basis angka yang rendah di 2020, menyebabkan berbagai komponen pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi, investasi, ekspor dan impor diproyeksi dapat tumbuh tinggi pada tahun 2021.
Berdasarkan data dari KEM-PPKF yang diterbitkan Kemenkeu, konsumsi domestik di tahun depan masih akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
Konsumsi rumah tangga dan Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) pada tahun 2021 diperkirakan tumbuh di kisaran 4,1% sampai 4,9% seiring dengan peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja yang lebih baik.
Baca Juga: Ini dampak penggantian asumsi dasar ekonomi makro sebagai dasar perhitungan APBN 2021
Sementara, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,5% sampai 3,5%. Kebijakan konsumsi pemerintah di tahun depan, akan diarahkan pada peningkatan value for money agar lebih efektif, efisien, dan produktif dan dapat menstimulasi perekonomian.
Untuk itu, pemerintah akan melakukan penajaman cukup signifikan pada belanja operasional, termasuk melalui kebijakan inovatif seperti penerapan work from home (WFH) dan open space ruangan kerja.
Selanjutnya, seiring dengan pemberian fasilitas kemudahan usaha dan investasi, meningkatkan kepastian hukum, dan melanjutkan pembangunan infrastruktur, maka investasi diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 6,0% sampai 7,1%.
Proyeksi ini, ditetapkan dengan asumsi bahwa penerapan RUU Omnibus Law Perpajakan dan Cipta Kerja sudah mulai berjalan, sehingga dapat meningkatkan investasi. Untuk Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sendiri, pemerintah memproyeksi pertumbuhannya di level 6,0% sampai 7,1%.
Baca Juga: Ganti SPN 3 bulan, Kemenkeu gunakan SBN 10 tahun dalam asumsi makro APBN 2021
Lebih lanjut, dari sisi perdagangan internasional kinerja ekspor dan impor diperkirakan akan terus membaik. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekspor dalam rentang 3,5% sampai 5,1%, serta impor dalam rentang 4,4% sampai 5,9%.
Di tahun depan, risiko pelemahan permintaan global akibat virus Corona masih membayangi upaya peningkatan kinerja pertumbuhan ekspor dan impor.
Selain itu, fluktuasi harga komoditas dan isu lingkungan terhadap komoditas utama ekspor Indonesia, yaitu crude palm oil (CPO), juga menjadi risiko yang perlu diwaspadai.
Baca Juga: Ini 5 modalitas yang digunakan dalam program pemulihan ekonomi nasional
Di dalam data Kemenkeu juga dijelaskan, pada tahun depan kinerja impor akan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan prioritas nasional. Terutama, untuk bahan baku dan barang modal dengan tetap memperhatikan kondisi neraca perdagangan.
"Pengembangan energi baru dan terbarukan, juga akan dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas migas yang dapat berpengaruh pada tingginya impor," sebagaimana dikutip dalam data tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News