Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2021 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Selasa (12/5).
Di dalam penyampaiannya, pemerintah mengganti asumsi suku bunga SPN 3 bulan menjadi asumsi suku bunga SBN 10 tahun.
Dengan digantikannya suku bunga SPN 3 bulan menjadi suku bunga SBN 10 tahun, maka asumsi dasar inilah yang kemudian akan digunakan sebagai dasar perhitungan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021.
Baca Juga: Ganti SPN 3 bulan, Kemenkeu gunakan SBN 10 tahun dalam asumsi makro APBN 2021
Head of Economy Research PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana menilai, penggunaan acuan suku bunga SBN 10 tahun sendiri menjadi salah satu indikator risk free dari suatu negara.
Pasalnya, asumsi ini akan menjadi acuan utama cost of fund dari semua instrumen di dalam suatu negara.
"Sementara itu, penggunaan acuan suku bunga SPN 3 bulan lebih kepada cost of fund jangka pendek, sehingga kurang menggambarkan cost of fund jangka menengah sampai dengan panjang," ujar Fikri kepada Kontan.co.id, Rabu (13/5).
Dengan alasan tersebut, Fikri sangat mendukung penggantian asumsi dasar makro sebagai dasar perhitungan APBN 2021.
Baca Juga: Begini mekanisme pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional
Kemudian, penggunaan suku bunga SBN 10 tahun sebagai acuan baru ini, tentunya akan menjadikan asumsi ekonomi makro memiliki horizon waktu yang lebih lebar.
Menurut Fikri, hal ini juga tidak akan memberikan pengaruh pada besaran pembayaran bunga utang. Pasalnya, pembayaran bunga utang hanya akan tergambar pada kupon atau imbal hasil (yield) dan itu akan sangat berdasar pada mekanisme pasar.