Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui sulit menekan impor minyak dan gas (migas). Karena migas merupakan salah satu komoditas utama penggerak perekonomian. Sementara produksi migas Indonesia tidak mencukupi kebutuhan domestik.
"Memang migas bukan sesuatu yang mudah diturunkan itu kebutuhan kita. Sementara non-migas pertumbuhan tidak mampu mengimbangi," ungkap Darmin saat ditemui awak media di kantornya, Selasa (15/1).
Kendati demikian, Darmin masih berharap efek kebijakan B20 bisa signifikan di tahun ini. Saat ini, Darmin mengatakan, pemerintah perlu fokus mendorong ekspor non-migas.
Meskipun belum menjelaskan secara rinci, pemerintah akan melakukan pengkajian ulang terhadap kinerja ekspor terutama beban yang salama ini bukan kewajiban pelaku ekspor. "Tadinya kita kurang perhatikan ada kewajiban yang dikenakan pada ekspor itu sebetulnya tidak wajib," jelasnya.
Sebelumnya, saat menyampaikan outlook ekonomi pekan lalu, Darmin sempat mengatakan, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan baru yakni penyederhanaan prosedur untuk mengurangi biaya ekspor dan pemilihan komoditas ekspor unggulan.
Hingga saat ini, pemerintah menilai defisit neraca dagang sebesar US$ 8,57 miliar sepanjang 2018 masih dalam tataran aman. Angka tersebut menggambarkan suatu kondisi perekenomian yang menggeliat sehingga impor terus terjadi.
"Justru karena ekonominya jalan sehingga terjadi pertumbuhan impor 20,15%," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut.
Masalahnya, tidak cukup banyak barang yang bisa diekspor negara. Komoditas ekspor yang selama ini menunjukkan kinerja positif juga malah terjadi perlambatan, yakni crude palm oil alias CPO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News