Reporter: Irma Yani | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pemerintah berancang-ancang menurunkan jumlah utang. Pada 2014 nanti, pemerintah berharap rasio utang terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) akan menyusut sampai 24% dibanding saat ini yang mencapai 26% PDB.
Target rasio utang 24% adalah batas maksimal utang Indonesia sesuai dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2010-2014. "Syukur-syukur bisa lebih rendah," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, akhir pekan lalu.
Ia menuturkan, pada prinsipnya utang pemerintah tak diharamkan untuk menutupi defisit anggaran negara. Yang perlu diperhatikan adalah tujuan utang. "Kalau untuk investasi atau penyediaan infrastruktur, tentu tidak ada masalah karena bisa menggerakkan ekonomi kita," ucapnya.
Komposisi utang Indonesia terhadap PDB terdiri dari utang luar negeri dan utang dalam negeri melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Pemerintah hendak menekan rasio utang dengan cara mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri. Di sisi lain, pemerintah akan memperbesar utang melalui SBN. "Tapi secara rasio utang keseluruhan tetap diturunkan," jelas Armida.
Ia menambahkan, semua upaya menekan rasio utang harus diikuti dengan langkah mengoptimalkan penerimaan negara dan efisiensi anggaran belanja. Dus, defisit anggaran bisa ditekan. Karenanya, pemerintah pun berencana memangkas defisit anggaran ke level 1,2% di tahun 2014.
Direktur Pendanaan Luar Negeri dan Kerjasama Multilateral Kementerian PPN/Bappenas Dewo Putranto menambahkan, pemerintah menetapkan batas maksimal pinjaman multilateral sebesar 0,4%-0,5% PDB "Batas tersebut sudah memperhitungkan target rasio utang kita yang 24% hingga 2014," kata Dewo.
Ia menambahkan, persentase batas maksimal tersebut untuk menjaga konsistensi pemerintah menekan utang. Jadi, biarpun PDB naik, rasio utang tak akan ikut melesat.
Tahun ini, pemerintah sudah menyiapkan rencana pinjaman multilateral untuk menutupi defisit anggaran APBN 2011 yang sebesar 1,8% PDB. "Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) sudah terbit Perpresnya, sudah masuk dalam green book, juga termasuk indikasi pembiayaan dari mana saja sumbernya," ungkapnya. Ia menambahkan, green book hanya mengatur pinjaman proyek, tidak mengatur pinjaman program.
Menurut Dewo, pemerintah tidak berencana utang lagi ke International Monetary Fund (IMF). IMF berkunjung ke Indonesia di awal bulan Februari 2011 lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News