Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah ingin membentuk lembaga Sovereign Wealth Fund (SWF) untuk mengelola dan menampung investasi yang akan dikelola, termasuk menempatkan sejumlah dana atau aset negara.
Hal ini pun tertuang dalam substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Beberapa poin terkait lembaga ini adalah, lembaga SWF berbentuk badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki pemerintah. Lembaga ini pun bisa melakukan investasi secara langsung atau tidak langsung dan melakkuan kerjasama dengan pihak lain.
Baca Juga: Pemerintah akan bentuk Sovereign Wealth Fund (SWF) untuk tampung investasi
Aset lembaga ini bisa berupa penyertaan modal negara (PMN), hasil pengembangan usaha atau aset, aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hibah, atau bahkan tidak menutup kemungkinan untuk masuknya dana asing.
Hanya saja, dalam poin substansi RUU Omnibus Law terkait ini, disebutkan bahwa kerugian lembaga SWF bukan merupakan kerugian keuangan negara.
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa sebenarnya kebijakan tersebut tidak relevan. Pasalnya, bila pemerintah memiliki suatu lembaga yang asetnya juga milik pemerintah, kerugiannya pun harusnya masuk ke dalam kerugian keuangan negara.
Meski begitu, Bhima mengungkapkan bahwa kondisi tersebut bisa terjadi, bila pemerintah akhirnya membuat undang-undang (UU) baru yang lex specialis.
Baca Juga: Politikus PKB dukung presiden jemput investor timur tengah
"Tetapi, tetap kita berharap ini patuh pada pakem UU yang ada," jelas Bhima kepada Kontan.co.id pada Minggu (19/1).
Selain itu, pemerintah melalui Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menyebut bahwa lembaga khusus ini biasanya akan dibuatkan UU khusus.
Menanggapi hal ini, Bhima mengimbau agar UU baru hanya sebatas tentang pembentukan lembaga, tetapi lebih baik aturan soal keuangan tetap sama.
Selanjutnya, Pemerintah juga berencana agar pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).
Baca Juga: Indonesia, UAE sign business deal worth about US$ 23 billion
Bhima melihat bahwa seharusnya lembaga ini diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena masuk PMN. Sedangkan audit akuntan publik bisa tambahan saja atau bukan suatu keharusan.
"Dikhawatirkan nanti bermasalah secara administratif dan pertanggungjawabannya dipertanyakan, termasuk isu kredibilitas," kata Bhima.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy. Namun, Yusuf melihat adanya peluang untuk pemerintah yang akan menentukan seberapa kekuatan dari lembaga ini. Oleh karenanya, Pemerintah bisa menentukan aturan yang akan dijalankan lembaga ini, termasuk di dalamnya audit BPK.
Baca Juga: U.S. International Development Finance Corporation siap masuk sovereign wealth funds
"Karena biasanya SWF yang ada di negara-negara lain seperti itu. Biasanya mereka bertanggungjawab ke Kementerian Keuangan atau bank sentral dan ada yang diaudit secara independen atau diaudit internal," terang Yusuf.
Meski begitu, Yusuf pun mengimbau agar audit dalam tahap awal tetap melibatkan BPK untuk mengetahui kinerja SWF, apalagi dana yang diinvestasikan sifatnya besar dan resiko bisa dibilang tidak kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News