kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah ingin kuasai penuh wewenang pengelolaan zakat


Jumat, 20 Mei 2011 / 06:15 WIB
ILUSTRASI. Karyawan mengamati harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (27/7/2020). Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,66 persen atau 33,67 poin ke level 5.116,66 pada perdagangan hari ini. Tribunnews/Irwan Rismawan


Reporter: Riendy Astria | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Pemerintah dan DPR sedang mengkaji Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Zakat, Infak, dan Shodaqoh. Dalam RUU ini, pemerintah menginginkan bahwa Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang dalam pengelolaan zakat.

Berdasarkan data Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Zakat, Infak, dan Shodaqoh yang Kontan peroleh, salah satu isi pasalnya menyebutkan bahwa BAZNAS merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. "Pemerintah menginginkan BAZNAS menjadi satu-satunya lembaga yang akan mengelola zakat, ini tidak bisa, oleh karena itu DPR memberikan usulan lain,” ujar anggota Komisi VIII DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar, Rabu (18/5).

Menurut Zulkarnaen, alasan pemerintah menginginkan BAZNAS menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang mengelola zakat adalah karena berdasarkan syariat Islam pengelolaan zakat menjadi tanggung jawab negara. Selain itu, negara-negara Islam seperti Saudi Arabia, Mesir, Libya, dan beberapa negara lainnya menerapkan sistem pengelolaan zakat yang penyelenggaraannya dilakukan oleh sebuah lembaga negara.

“Tetapi itu tidak bisa, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. DPR mengusulkan bahwa seharusnya pemerintah berkapasitas sebagai regulator, sedangkan yang melakukan pemungutan adalah lembaga amil zakat,” ucap Zulkarnaen kepada Kontan.

Dalam usulan DPR, lebih lanjut Zulkarnaen mengatakan bahwa lembaga amil zakat yang dimaksud di sini adalah organisasi sosial masyarakat yang nantinya akan diverifikasi dan di SK-kan oleh pemerintah. “Jadi, kalau usulan DPR, BAZNAS yang dikelola oleh pemerintah sekarang tidak akan lagi menjadi badan pengelola zakat, namun akan menjadi regulator yang bertugas melakukan verifikasi terhadap lembaga atau organisasi sosial masyarakat yang ingin membantu mengelola zakat,” jelasnya.

Menurut Ketua Dewan Pengawas Dompet Dhuafa Eri Sudewo keinginan pemerintah yang menginginkan BAZNAS menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang mengurus zakat itu sulit terlaksana. “Jika pemerintah menginginkan itu, namanya ingkar sunnah, itu tidak bisa. Tidak boleh pemerintah berperan sebagai regulator, operator, dan pengawas sekaligus. Kalau di Indonesia, itu namanya kegagalan institusi,” tuturnya kepada Kontan.

Eri menilai bahwa pemerintah saat ini melihat lembaga amil zakat lain sebagai pesaing, bukan aset, itulah yang salah. Eri juga mengatakan bahwa keinginan pemerintah tersebut merupakan hal yang lucu. “Mengapa baru sekarang-sekarang ini pemerintah menginginkan itu? Setelah melihat adanya lembaga amil zakat yang sukses mengelola zakat, mendirikan pendidikan gratis, rumah sakit gratis tanpa dukungan dana pemerintah, mengapa tidak dari dulu saja, ini jelas sekali pemerintah melihat kami sebagai pesaing, bukan aset,” tandasnya.

Lebih lanjut Eri mengatakan bahwa ia lebih setuju dengan usulan DPR yang mengusulkan pemerintah sebagai regulator. “Kalau yang ini benar, untuk operator, pemerintah bisa mempercayakannya kepada lembaga atau organisasi masyarakat, dan pemerintah bertindak sebagai regulator,” jelas Eri.

Seandainya putusan RUU ini adalah menyetujui usulan pemerintah, Eri hanya bisa mengatakan bahwa tanpa undang-undang, lembaga zakat bisa berjalan dengan baik. “Kalau sampai seperti itu, apakah bisa dijamin bahwa pengelolaan zakat bisa lebih baik? Tanpa UU, lembaga zakat bisa berjalan dengan baik, lihat saja sekarang buktinya. Satu yang harus pemerintah ingat, membuat UU itu harus sesuai dengan aspirasi masyarakat, jika tidak itu namanya membunuh aspirasi,” ungkap Eri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×