kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   -21.000   -1,10%
  • USD/IDR 16.620   -10,00   -0,06%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Pemerintah harus tegas terhadap importir nakal


Kamis, 25 Juni 2015 / 12:50 WIB
Pemerintah harus tegas terhadap importir nakal


Reporter: Andri Indradie, Merlina M. Barbara, Tedy Gumilar | Editor: Tri Adi

Logikanya, mulai 8 Juli 2015 nanti, barang-barang mewah bisa turun harga. Lantaran turun harga, dampak selanjutnya, penjualan bisa meningkat. Tentu yang dimaksud adalah penjualan barang-barang mewah dalam daftar ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.011/2013.

Pasalnya, sudah keluar aturan baru PMK 106/PMK.010/2015 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Aturan ini resmi berlaku mulai 8 Juli 2015, merevisi PMK 130/PMK.011/2013.

Kenyataannya, penurunan harga barang belum tentu terjadi. Kalaupun ada, penurunannya kecil sekali. Efeknya ke penjualan juga tak bakal seperti yang diharapkan. Mengapa?

Menurut Toien Bernadhie Radix, pemilik sekaligus produsen alat musik gitar bermerek Radix alias RadixGuitar, tak semua produsen Indonesia menghasilkan barang-barang mewah. Sedikit sekali hasil produksi dalam negeri yang masuk radar, terkena PPnBM.

Gitar Radix, misalnya. Semua komponen gitar masih diimpor. “Biasanya, kami bayar pajak pertambahan nilai (PPn) 10% dan sebelumnya bayar pajak penghasilan (PPh) impor 7,5%. PPnBM untuk sparepart, kami kena 5%. Jadi, sebenarnya kalau PPnBM dihapus, tidak terlalu berdampak buat kami. Paling turun 2,5% nanti,” ujarnya.

Harga produk gitar Radix bervariasi dari yang paling murah di kisaran Rp 3,9 juta. Penjualan gitar Radix harus melalui proses deal dengan para reseller. Setelah dihitung-hitung untuk fee dan diskon sekitar 50%–60%, artinya si pemilik Radix merima hasil 40%–50% dari harga jual.

Per bulan, Radix memproduksi sekitar 150–170 unit dengan omzet Rp 250 juta per bulan. Di Indonesia, pabrik terbesar alat musik justru dimiliki oleh Korea. Itu pun, mereka tak memproduksi dalam skala besar, seperti pengusaha China. Sebab, mereka tahu, pasar di Indonesia belumlah luarbiasa.


Impor ilegal dan rupiah

Yang bikin cerita ini makin menarik adalah barang-barang impor ilegal. Alat musik mahal yang harganya lebih dari Rp 10 juta bisa dipastikan selalu merupakan hasil impor. Nah, barang impor ilegal tentu terbebas dari kewajiban pungutan pajak impor, contohnya PPh 22 yang aturannya juga baru saja terbit.

Bersamaan dengan keluarnya aturan baru PPnBM, muncul juga PMK 107/PMK.010/2015 Tentang Perubahan Keempat atas PMK Nomor 154/PMK.03/2010 Tentang PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.

Intinya, pemerintah menetapkan pungutan PPh 22 atas impor, ekspor, serta atas pembelian dan penjualan yang angkanya ditetapkan bervariasi tergantung jenis barang, mulai dari 0,1%–10%. Untuk alat musik, ditentukan jenis barangnya antara 7,5%–10%. Persoalannya, jika PPh 22 sebesar 7,5% saja sudah banyak barang impor selundupan, bagaimana jika tarifnya naik menjadi 10%?

Oke, sekarang Anda asumsikan importir alat musik mahal itu orang yang jujur. Ia membayar PPh 22 10% di muka dan dapat menjadi kredit pajak. Pemerintah beralasan, perlakuan kredit pajak ini tak akan memberatkan pengusaha.

Pertanyaannya, meski PPnBM dihapus, masih mampukah importir jujur bersaing dengan importir ilegal? Apa kebijakan baru PPnBM bisa mengurangi barang impor ilegal? Apakah bisa menurunkan harga barang? Apakah PPh 22 bisa mengurangi importir ilegal? Tidak juga, kata Lee Kang Hyun, Vice President Samsung Electronics Indonesia.

Pertama, soal PPnBM. Belum tentu semua barang bisa turun harga. Contohnya, yacht. Barang ini masih terkena PPnBM, tapi di sisi lain terkena kenaikan PPh 22. Artinya, harga barang bisa malah naik. Sementara untuk barang-barang yang bebas PPnBM, seperti mesin cuci, televisi, pendingin udara (AC), dan lain-lain itu, mungkin saja harganya bisa melandai. Televisi, contohnya.

Sayang, pangsa pasar televisi mewah di Indonesia masih kecil sekali. “Pasar Indonesia masih seputar 35 inci (bukan barang mewah). Sementara di Malaysia dan Thailand sudah 50 inci–55 inci,” tutur Lee. Sedangkan untuk produk-produk elektronik seperti AC, timpal Jino Sugianto, Presiden Direktur Midea Indonesia, juga demikian.

Di Indonesia, AC yang terkena PPnBM selama ini adalah produk AC dengan inverter. Harganya, dua kali lipat AC standar. Selama ini, konsumen AC inverter masih sangat mini. Setelah tak terkena PPnBM, kemungkinan pembeli AC inverter akan bertambah. Dengan catatan, pemerintah harus tegas dan menindak para importir ilegal.

Asal Anda tahu, kecilnya penjualan alias pasar barang elektronik mewah terjadi karena banyak yang membeli barang impor ilegal. Kualitas barangnya tak jauh beda, tapi harganya miring.

Kedua, PPh 22. Menurut Lee, PPh 22 juga belum akan efektif menekan impor ilegal. “Karena biayanya lebih tinggi menjadi importir legal jika dibandingkan dengan importir ilegal. Yang importir legal, lapor, justru kena PPh naik 10%,” tegas Lee.  Singkat kata, lebih enak jadi importir ilegal.

Yang jelas, PPh 22 bertujuan mendorong industri lokal. Untuk perusahaan multinasional, akan meningkatkan kebutuhan membangun pabrik di dalam negeri. Khususnya, pabrik pembuat komponen-komponen yang selama ini masih harus impor. “Intinya saya setuju PPh 22 ini karena mendukung industri lokal, meskipun juga tidak berdampak pada naiknya penjualan secara drastis,” imbuh Lee.

Jino setuju dengan kebijakan penghapusan PPnBM maupun PPh 22. Meski begitu, pelemahan rupiah masih tetap menghantui produksi. Lemahnya rupiah, menurut Rofiek Natahadibrata dari Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), membuat modal usaha pengusaha, khususnya importir, bertambah. Sebab, transaksi perdagangan internasional sebagian besar menggunakan dollar AS. “Fluktuasi kurs dollar AS juga membuat pengusaha kesulitan menentukan harga jual produk,” katanya.

Ali Soebroto, Ketua Gabungan Pengusaha Elektronik, menambahkan, susah untuk menentukan harga barang turun sekian persen lantaran klasifikasi barang yang masuk PPnBM sangat banyak. “Untuk elektronik mewah, ya, mungkin bisa turun di kisaran 10%–20%,” ujar Ali.

Anda tertarik belanja?    


Laporan Utama
Mingguan Kontan No. 39-XIX, 2015

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×