kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah harus keluar dari kesepakatan merugikan


Selasa, 24 Desember 2013 / 23:09 WIB
Pemerintah harus keluar dari kesepakatan merugikan
ILUSTRASI. Pejabat senior Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) akan mengunjungi Indonesia dan Singapura pada pekan depan. Foto: KONTAN/Muradi


Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Indonesia bisa saja lolos dari jeratan-jeratan kesepakatan World Trade Organization (WTO), Asean Free Trade Area (AFTA) maupun ASEAN Charter yang tidak menguntungkan itu. Hal itu dikatakan Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ), Riza Damanik.

Menurut Riza untuk bisa lolos dari kesepakatan tidak menguntungkan, sangat bergantung pada keberanian pemerintah dalam mengedepankan kepentingan rakyat banyak. "Ini butuh keberanian untuk membatalkannya," kata Riza pada acara refleksi 2013 dan Proyeksi 2014, di kantor IGJ, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (24/12).

Soal kesepatan pertemuan WTO di Bali, pemangkasan kepabeanan dapat membuat hasil panen dari luar negeri lebih leluasa masuk ke Indonesia. Dengan kondisi pertanian yang seperti kurang diperhatikan di Indonesia, maka bukan tidak mungkin petani dalam negeri akan "babak-belur" menghadapi gempuran produk impor.

Terkait AFTA, kata Riza, dua sektor yang akan diliberalisasi adalah pertanian dan perikanan. Lagi-lagi karena perhatian pemerintah belum maksimal terhadap dua sektor tersebut, maka dapat dipastikan petani dan nelayan lokal tidak akan sanggup bersaing. Hal itu juga bisa membahayakan ketahanan pangan Indonesia.

Riza menambahkan gabungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sempat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konsitusi (MK) atas undang-undang nomor 38 tahun 2008, tentang pengesahan Charter of Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada Mei 2011 lalu. Hasilnya gugatan tersebut ditolak, karena MK menilai ratifikasi tersebut tidak bisa dibatalkan.

Jika tidak berani keluar dari kesepakatan-kesepakatan tersebut, menurut Riza pemerintah bisa merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014, yang disusun berdasarkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lambat. Kata dia pemerintah harus lebih memperhatikan sektor ketahanan pangan.

Pada APBN 2014, Kementerian Pertanian dianggarkan Rp 15,5 triliun dan Kementerian Kelautan dan Perikanan dianggarkan Rp 6,5 triliun. Sedangkan untuk subsidi energi dianggarkan Rp 282,1 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×