Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kantor Staf Presiden Republik Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) secara resmi meluncurkan Program Regenerasi Petani dan World Food Forum (WFF) Indonesia.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, korporasi petani muda bisa menjadi kunci untuk mendorong generasi muda tertarik menjadi petani.
Baca Juga: KSP Soroti Harga Bawang Merah dan Ayam Masih Dibawah HAP
Dalam sensus pertanian BPS, menyebutkan mayoritas petani Indonesia berusia di atas 55 tahun. Yaitu, petani usia 43-58 tahun sebanyak 42,39%, perkiraan usia 59-77 tahun sebanyak 27,61% dan perkiraan usia 27-42 tahun mencapai 25,6%.
Sehingga regenerasi menjadi bagian yang urgent untuk di dorong demi ketahanan pangan nasional.
Moeldoko menambahkan, program regenerasi petani harus dilakukan secara multi-stakeholder serta didorong secara bersama-sama untuk mempercepat laju regenerasinya.
Baca Juga: Kementan Gandeng Pemda Dorong Perluasan Areal Tanam Padi di Kalimantan Selatan
Ia menekankan bahwa program ini harus berdampak langsung pada peningkatan jumlah petani muda di Indonesia.
“Sumber daya petani kita sudah semakin tua. Mau makan apa kita nanti kalau generasi muda tidak mau jadi petani,” ujar Moeldoko, Rabu (2/10).
Program yang dikembangkan KSP bersama FAO ini akan membentuk petani muda yang menerapkan beberapa jenis pertanian.
Yaitu permaculture, pertanian ramah lingkungan, penggunaan teknologi sederhana yang tepat guna hingga smart farming dengan menggunakan teknologi IOT.
Baca Juga: Indonesia Hadapi Tantangan Regenerasi Petani
Ageng Herianto, Asisiten FAO (Food and Agriculture Organization) Representative Program in Indonesia mengatakan, FAO dan pemerintah Indonesia bekerjasama menangani isu regenerasi petani.
Kedua belah pihak melakukan Technical Cooperation Program untuk menstimulasi bertambahnya minat dan jumlah petani milenial. Pendanaan program/project ini berasal dari dana internal FAO.
Melalui project ini, terdapat 100 orang yang mendapat pelatihan pengelolaan petanian dari hulu ke hilir. Mereka berasal dari Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung.
"Project ini sekitar Rp 7 miliar sampai Rp 7,5 miliar, itu setara dengan US$ 470.000," ucap Ageng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News