kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Pemerintah fokus pada dua pilihan


Jumat, 12 April 2013 / 09:01 WIB
Pemerintah fokus pada dua pilihan
ILUSTRASI. Calon penumpang KRL antre memasuki Stasiun Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (3/11/2021). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.


Reporter: Asep Munazat Zatnika, Noverius Laoli, Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Rencana pemerintah menjaga tingkat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi agar sesuai kuota semakin mendekati kenyataan. Dari sejumlah pilihan kebijakan, kini pemerintah memfokuskan pada dua hal. Opsi tersebut adalah pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dengan menggunakan radio frequency identification (RFID) dan menaikkan harga.

Hatta Rajasa, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, bilang, dua opsi itu terpilih dalam rapat terbatas kabinet di Kantor Presiden, Kamis (11/4). Selanjutnya, presiden dan Komite Ekonomi Nasional (KEN), serta tim penyusun kebijakan BBM akan kembali membahas dua pilihan itu untuk pematangan sebelum diberlakukan.

"Sabtu dan Minggu ini, kami akan lembur ini di Cipanas (Istana Presiden)," ujar Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), usai rapat terbatas. Ada kemungkinan, presiden akan mengambil keputusan saat rapat akhir pekan nanti dan langsung mengumumkannya ke publik.

Nah, rapat pada akhir pekan nanti akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan implementasi dan sosialisasi kelak setelah pemerintah memutuskan kebijakan BBM. Pasalnya, setiap kebijakan memiliki dampak negatif dan positif. Tentu saja, pemerintah ingin meminimalisir dampak negatifnya dan mengoptimalkan manfaatnya.

Hatta menjelaskan, dua opsi itu sama-sama akan mempengaruhi inflasi dan perekonomian masyarakat. Misalnya saja, bila pemerintah menaikkan harga, pasti akan membuat pengeluaran masyarakat di sektor energi meningkat. Harga-harga kebutuhan pokok juga bisa ikut terdongkrak karena BBM merupakan komponen utama industri.

Begitu juga dengan pembatasan konsumsi BBM melalui teknologi RFID, masyarakat yang butuh bahan bakar lebih banyak harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli BBM non subsidi.

Sementara, untuk opsi lainnya, seperti penerapan BBM beroktan 90, tidak jadi pilihan pemerintah. Ada kekhawatiran, BBM jenis baru ini malah memperbesar beban subsidi energi. Soalnya, masyarakat yang selama ini membeli pertmax bisa beralih ke premix (BBM oktan 90).

Ada Kompensasi

Namun, Jero menjanjikan, apapun kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, pemerintah berjanji akan melindungi masyarakat miskin. Masyarakat miskin akan tetap mendapatkan BBM bersubsidi dengan harga Rp 4.500 per liter.

Selain itu, pemerintah juga berencana memberikan kompensasi akibat lonjakan harga pasca pengendalian BBM bersubsidi. Kompensasi ini demi mencegah terjadinya gejolak di masyarakat.

Firmansyah, Staf ahli Presiden bidang ekonomi, mengatakan untuk mengantisipasi gejolak sosial ini Pemerintah akan mengeluarkan empat program yang pro rakyat. Diantaranya adalah program pemberian beras untuk rakyat miskin (raskin), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, beasiswa untuk siswa miskin, dan dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Belum jelas, berapa nilai masing-masing kompensasi pada program tersebut.

Kurtubi, Pengamat Perminyakan, berpendapat, kompensasi berupa bantuan uang tunai malah berpotensi menimbulkan masalah baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×