kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah diminta tidak menghapus dana insentif daerah dalam RUU HKPD


Senin, 12 Juli 2021 / 19:14 WIB
Pemerintah diminta tidak menghapus dana insentif daerah dalam RUU HKPD
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan pengarahan kepada gubernur, bupati, dan wali kota seluruh Indonesia, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/10).Pemerintah diminta tidak menghapus dana insentif daerah dalam RUU HKPD.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) meminta pemerintah untuk tidak menghapus dana insentif daerah (DID) dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

"Soal dana insentif daerah ini menjadi instrumen agar daerah berlomba-lomba untuk meningkatkan kinerjanya," ujar Direktur Eksekutif KPPOD, Armand Suparman dalam RDPU RUU HKPD dengan Komisi XI DPR, Senin (12/7).

Selain itu, KPPOD menyoroti dihilangkannya dana bagi hasil (DBH) sektor perikanan dan pertambangan umum dalam RUU HKPD. Padahal, DBH sektor tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar pada sejumlah daerah.

"Catatan kami karena ini sebenarnya memberikan pemasukan yang cukup besar bagi sejumlah daerah, mungkin perlu tetap diatur lagi dalam sektor perikanan dan pertambangan umum di dalam formula penetapan DBH," ujar dia.

Baca Juga: Jumlah Retribusi Dipangkas, Penerimaan Daerah Bisa Susut

Terkait dana alokasi umum (DAU), KPPOD mengusulkan agar alokasi DAU memperhatikan kinerja setiap pemerintah daerah (Pemda). Hal ini dinilai akan menjadi salah satu solusi rendahnya serapan belanja Pemda.

Kemudian, terkait dana alokasi khusus (DAK), KPPOD menilai pemberian DAK masih berkutat pada pendekatan input dan bukan pendekatan hasil. Padahal, DAK semestinya diberi secara khusus kepada daerah-daerah yang telah menjalankan prioritas nasional.

Selanjutnya, KPPOD meminta pemerintah melihat dana otonomi khusus dan dana keistimewaan sebagai salah satu instrumen insentif dan/atau disinsentif bagi daerah yang mendapat status kekhususan dan/atau keistimewaan.

Artinya, jika daerah otonomi khusus dan/atau daerah keistimewaan berkinerja baik, maka akan mendapat insentif dana tersebut, begitu pula sebaliknya.

Baca Juga: Direktur DJPK Kemenkeu sebut pengurangan retribusi daerah hanya layanan mandatory

Selain itu, KPPOD meminta pemerintah mempertimbangkan kinerja setiap laporan kinerja, output dan impact dari setiap desa. Hal ini untuk menjadi dasar pertimbangan penyaluran dana desa pada tahun anggaran berikutnya. "Sehingga ini juga berpengaruh terhadap besaran dana desa," tutur Armand.

Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan menilai, RUU HKPD akan menjadi penyelarasan hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Ia berharap adanya UU cipta kerja dan UU HKPD nantinya menjadi game changer Indonesia pasca pandemi Covid-19.

Hendrawan mengatakan, terdapat dua hal yang nantinya perlu menjadi perhatian dalam RUU HKPD. Pertama, penafsiran keuangan yang adil dan selaras.

"Bagi daerah, tendensi pengurangan jumlah transfer daerah dari 53% dari APBN menjadi 47% ini sinyal resentralisasi. Tetapi sepertinya pemerintah lebih menekankan dalam kondisi yang sulit dimana target-target pembangunan menjadi pertaruhan," ujar dia.

Kedua, terkait Dana Alokasi Khusus (DAK). Sebab, Menteri PPN/Bappenas dan Menteri Keuangan pernah menyampaikan dampak DAK yang rendah terhadap pembangunan di daerah.

"Kita berharap banyak dari DAK agar pembangunan kita bisa lebih fokus dan upaya pembangunan bisa lebih outcome oriented," ucap dia.

Hendrawan mengatakan, masing-masing fraksi akan menyusun DIM RUU HKPD sampai akhir Agustus 2021. Rencananya, awal September 2021 akan mulai pembicaraan tingkat I pembahasan RUU HKPD.

Baca Juga: Apeksi sebut pengurangan restribusi daerah bisa menurunkan pendapatan daerah

Dihubungi secara terpisah, Direktur Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan Daerah, Bappenas, Agustin Arry Yanna mengatakan, pentingnya optimalisasi keuangan pusat dan daerah. Ia menyebut, kondisi pandemi 2 tahun terakhir ini memukul perekonomian daerah dan juga pusat.

Agustin mengatakan, ada beberapa catatan/rekomendasi kepada Pemda agar dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dapat optimal untuk meningkatkan indeks pembangunan di daerah.

Pertama, optimalisasi realisasi anggaran TKDD. Kedua, Pemanfaatan TKDD untuk pemulihan dan penanganan COVID-19. Ketiga, pemanfaatan TKDD untuk belanja SPM (standar pelayanan minimal) pelayanan dasar agar pelayanan publik tetap optimal di masa pandemi.

"Keempat, monitoring evaluasi daerah atas pelaksanaan TKDD," kata Agustin kepada Kontan.co.id, Senin (12/7).

Ia mengatakan, untuk optimalisasi transfer daerah, sangat penting bagi daerah untuk mensinergikan sumber pendanaan yang dimiliki. Sumber pendanaan untuk membangun, tidak hanya dari APBN dan APBD.

"Namun bagaimana creative financing bisa dilakukan, misalnya CSR dari BUMN atau BUMD, kemudian juga kerjasama dengan Baznas, dan inisiatif lainnya di masyarakat," tutur Agustin.

Selanjutnya: Ini 5 usulan Apeksi terkait RUU HKPD, salah satunya pajak sampah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×