kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Pemerintah Diminta Moderat Rumuskan Cukai Hasil Tembakau Tahun Depan


Senin, 19 Agustus 2024 / 16:33 WIB
Pemerintah Diminta Moderat Rumuskan Cukai Hasil Tembakau Tahun Depan
ILUSTRASI. Sejumlah buruh pabrik rokok memproduksi sigaret kretek tangan (SKT) di PT HM Sampoerna Tbk Plant Rungkut 2, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (18/7/2024). Pemerintah menetapkan target penerimaan cukai Rp 244,198,4 miliar atau meningkat 5,9% pada tahun 2025.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Presiden Joko Widodo telah memaparkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 di Gedung DPR RI pada Jumat (16/8/2024).

Dalam Nota Keuangan, pemerintah menetapkan target penerimaan cukai sebesar Rp 244,198,4 miliar atau meningkat 5,9% dari tahun sebelumnya.

Menyikapi target ini, peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Imanina Eka Dalilah, menyarankan agar pemerintah berhati-hati dalam menetapkan kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT). 

Menurutnya, kebijakan ini memiliki implikasi luas, tidak hanya terkait pendapatan negara dan kesehatan, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat.

Baca Juga: Konsumsi Rokok Tidak Berkurang, Besaran Tarif Cukai Hasil Tembakau Perlu Dikaji

"Banyak sektor yang terdampak oleh kebijakan CHT, mulai dari tenaga kerja, industri, hingga pertanian," ujar Imanina dalam keterangannya,seperti dikutip Senin (19/8/2024).

Kajian PPKE FEB UB pada 2023 menunjukkan bahwa peningkatan tarif CHT tidak secara langsung menurunkan minat merokok masyarakat. Sebaliknya, konsumen cenderung mencari rokok yang lebih murah. 

Oleh karena itu, Imanina menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap produksi rokok ilegal yang diprediksi akan meningkat seiring kenaikan tarif CHT.

Data Ditjen Bea dan Cukai menunjukkan peredaran rokok ilegal meningkat menjadi 6,86% pada 2023, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 15,01 triliun. 

Imanina menyebutkan bahwa kenaikan harga rokok dan tarif CHT yang terus meningkat setiap tahun menjadi pemicu utama peningkatan peredaran rokok ilegal, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.

Baca Juga: Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menyusut, Ini Kata Kemenkeu

Lebih lanjut, Imanina menjelaskan bahwa rokok ilegal, terutama jenis polosan, dijual dengan harga yang jauh lebih murah, menarik minat konsumen dari berbagai lapisan, khususnya yang berpenghasilan rendah. 

Tingginya peredaran rokok jenis polosan ini juga mengindikasikan kurangnya pengawasan dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia.

Dalam konteks ini, Imanina mendorong pemerintah untuk melibatkan para pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan CHT agar kebijakan yang diambil tidak memperparah inflasi di Indonesia.

Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menambahkan bahwa kenaikan tarif CHT yang eksesif serta regulasi yang ketat telah membebani industri hasil tembakau (IHT) legal. 

Baca Juga: Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Turun 13,35%, Ini Kata Pengamat

GAPPRI mencatat tiga poin penting untuk pemerintah, yaitu: tidak menaikkan tarif CHT di 2025, tidak menyederhanakan struktur tarif dan golongan, serta mendorong penindakan tegas terhadap peredaran rokok ilegal.

GAPPRI juga mengharapkan aparat penegak hukum terus meningkatkan penindakan terhadap rokok ilegal secara intensif agar peredaran rokok ilegal dapat ditekan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×