CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.513.000   -30.000   -1,94%
  • USD/IDR 15.740   98,00   0,62%
  • IDX 7.244   -140,01   -1,90%
  • KOMPAS100 1.117   -21,26   -1,87%
  • LQ45 887   -14,43   -1,60%
  • ISSI 220   -4,35   -1,94%
  • IDX30 457   -6,42   -1,38%
  • IDXHIDIV20 554   -6,30   -1,12%
  • IDX80 128   -2,00   -1,53%
  • IDXV30 139   -0,11   -0,08%
  • IDXQ30 153   -1,86   -1,20%

Konsumsi Rokok Tidak Berkurang, Besaran Tarif Cukai Hasil Tembakau Perlu Dikaji


Jumat, 05 Juli 2024 / 19:29 WIB
Konsumsi Rokok Tidak Berkurang, Besaran Tarif Cukai Hasil Tembakau Perlu Dikaji
Pekerja menunjukkan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (4/1/2024). Kemenkeu) melaporkan pendapatan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) mencapai Rp 77,94 triliun per Mei 2024. Angka ini turun 13,35%


Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian keuangan (Kemenkeu) melaporkan pendapatan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) mencapai Rp 77,94 triliun per Mei 2024. Angka ini turun 13,35% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 89,95 triliun. Realisasi penerimaan CHT itu setara 33,83% dari target tahun ini sebesar Rp 230,4 triliun.

Adapun penerimaan dari CHT memiliki kontribusi sebesar 71,43% terhadap total penerimaan kepabeanan dan cukai. Sementara itu,  khusus untuk penerimaan cukai hingga Mei 2024 tercatat Rp 81,2 triliun. Angka ini turun 12,6% dibandingkan periode tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa penurunan penerimaan cukai tersebut disebabkan adanya shifting produksi di industri rokok, di mana golongan I turun, sementara golongan II dan III mengalami kenaikan.

Baca Juga: Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Bakal Terus Melorot hingga Akhir Tahun

"Tentu ini menimbulkan implikasi yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, karena tujuan cukai adalah mengendalikan konsumsi rokok, penerimaan cukai yang ditunjukkan dengan penurunan produksi, salah satu tujuan tercapai. Namun kita lihat shifting ini tentu perlu untuk kita waspadai," kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita, beberapa waktu lalu.

Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat dengan harga rokok yang lebih tinggi, tentu konsumen mencari produk termurah yang bisa ditemukan selain dari rokok ilegal. 

Harga rokok yang lebih murah itu bisa ditemukan pada rokok golongan II dan III. Menurutnya, adanya perbedaan antar layer tersebut yang menyebabkan konsumsi rokok susah dikendalikan.

Baca Juga: Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Turun 13,35%, Ini Kata Pengamat

"Memang perbedaan cukai antar layer cukup penting untuk dikaji ulang, dengan adanya gap yang sekarang ternyata konsumsi rokok bukan berkurang tapi shifting," kata Nailul kepada Kontan, Jumat (6/7).

Ia juga menerangkan, penerimaan dari cukai hasil tembakau tersebut memang seharusnya turun, karena pada pasarnya untuk pengendalian konsumsi. "Kalau mereka (CHT) naik malah tidak efektif artinya," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×