kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45905,35   -1,29   -0.14%
  • EMAS1.396.000 0,07%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Turun 13,35%, Ini Kata Pengamat


Jumat, 05 Juli 2024 / 14:54 WIB
Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Turun 13,35%, Ini Kata Pengamat
ILUSTRASI. Ilustrasi. Pengamat berpendapat target penerimaan dari CHT yang dicanangkan pemerintah tahun ini seperti pedang bermata dua.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Turun 13,35%, pengamat berpendapat target penerimaan dari CHT yang dicanangkan pemerintah tahun ini seperti pedang bermata dua

Kementerian Keuangan melaporkan pendapatan dari rokok Cukai Hasil Tembakau mencapai Rp 77,94 triliun per Mei 2024. Angka ini turun 13,35% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 89,95 triliun.

Adapun realisasi penerimaan CHT itu setara 33,83% dari target tahun ini sebesar Rp 230,4 triliun.

Kemenkeu menyebutkan, penurunan tersebut dipengaruhi oleh relaksasi penundaan pelunasan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-2/ BC/2024. 

Baca Juga: Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Capai Rp 77,94 Triliun Per Mei 2024, Turun 13,35%

"Pada dasarnya peraturan tersebut memperpanjang penundaan pelunasan dari 60 hari menjadi 90 hari, sehingga sebagian penerimaan Mei 2024 bergeser ke Juni 2024," tulis laporan Kemenkeu dalam dokumen APBN KiTa edisi Juni 2024, dikutip Jumat (5/7).

Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menjelaskan target penerimaan dari CHT yang dicanangkan pemerintah tahun ini seperti pedang bermata dua. Sebab, jika CHT turun maka ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok bisa dikendalikan melalui cukai tersebut. 

Namun, disisi lain, jika target CHT tercapai, maka dana pajak dari CHT tersebut akan digunakan untuk mengatasi dampak negatif dari konsumsi rokok.

Oleh karenanya, Ia melihat masih ada optimisme untuk mencapai CHT sesuai UU APBN 2024, di mana pemerintah masih punya waktu 5,5 bulan hingga Desember 2024 untuk mengejar target tersebut.

"Pemerintah bisa intensifkan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal agar produk tersebut terkena CHT," kata Prianto kepada Kontan, Jumat (5/7).

Selain itu, Prianto berpendapat bahwa pengenaan pajak berupa CHT tersebut memiliki dua dimensi. Pertama, berkaitan dengan fungsi pengaturan berupa kontrol terhadap peredaran atau regurelend hasil tembakau yang punya dampak negatif. 

"Dimensi ini lebih dominan karena untuk mengatasi dampak negatif dari konsumsi produk tembakau dan turunannya, termasuk konsumsi rokok," ujarnya.

Ia menerangkan dampak kesehatan dari rokok cukup signifikan di masyarakat. Oleh karenanya, muncul dimensi kedua yang berkaitan dengan fungsi anggaran atau budgeter. CHT juga menyumbang penambahan penerimaan pajak. 

Akan tetapi, pemerintah menerapkan konsep earmarking. Artinya, hasil penerimaan cukai digunakan untuk mengatasi dampak negatif rokok di masyarakat. 

Jadi, apabila dilihat dua dimensi tersebut, pemerintah tentu senang jika CHT turun dengan pertimbangan bahwa mereka mampu mengendalikan konsumsi hasil tembakau di masyarakat. 

"Akan tetapi, karena pajak itu bersifat distortif, pemerintah perlu waspada terhadap pergeseran konsumsi dari rokok legal yang terkena CHT dan rokok ilegal yang tidak terkena CHT," tutupnya.

Baca Juga: Saham Rokok Masih Sulit Ngebul

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×