kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah dan DPR sepakat belum merevisi UU Pelayaran


Selasa, 13 Desember 2011 / 15:15 WIB
Pemerintah dan DPR sepakat belum merevisi UU Pelayaran
ILUSTRASI. Bursa Transfer: Demi tebus Kylian Mbappe, Real Madrid siap jual enam pemain. REUTERS/Eric Gaillard


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Edy Can


JAKARTA. Pemerintah dan DPR akhirnya sepakat tidak merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran untuk mengakomodasi pelaksanaan asas cabotage. Pasalnya, pemerintah menilai penerapan asas cabotage belum maksimal.

Seperti diketahui, sejak 7 Mei 2011 lalu, pemerintah menerapkan asas cabotage. Asas cabotage ini mengharuskan pengangkutan laut menggunakan kapal berbendera Indonesia. Namun, pemerintah mengecualikan penerapan asas cabotage untuk kapal-kapak penunjang untuk eksplorasi minyak dan gas. "Penyediaan kapal-kapal ini membutuhkan biaya yang tinggi," kata Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, Selasa (13/12).

Sebagai gantinya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan PP 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. Selain itu, diterbitkan pula Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2011 yang mengatur tata cara dan persyaratan izin kapal asing serta batas waktu pengoerasiannya di tanah air.

Aturan itu mengatur kapal-kapal asing dengan kegiatan seperti survei minyak dan gas bumi, pengeboran, konstruksi lepas pantai, penunjang operasi lepas pantai, pengerukan, serta salvage dan pengerjaan bawah air masih dapat beroperasi di perairan Indonesia. "Kapal pengangkut penumpang atau barang sudah tidak boleh beroperasi," ujar Amir.

Ketua Komisi V DPR Yasti Soepredjo Mokoagow mengaku telah meminta pemerintah mengkaji lebih komprehensif terkait penggunaan kapal asing selain untuk kepentingan ekplorasi sumber daya alam dan energi, misalnya untuk kapal penunjang operasi lepas pantai, dan pengerukan. "Agar asas cabotage bisa dilakukan secara maksimal dan bertahap," kata dia.

Dia menambahkan, meskipun tidak dilakukan amandemen terhadap UU 17/2008, PP 22/2011 diharapkan dapat mengakomodasi kurangnya ketersediaan kapal di dalam negeri. Menurutnya, asas cabotage harus diterapkan secara serius oleh pemerintah agar kehidupan industri pelayaran nasional bisa terjamin. "Yang perlu perhatian pemerintah juga menganai mekanisme persyaratan izin kapal asing," ujar Yasti.

Batas waktu penggunaan kapal asing (berdasarkan kegiatan)
1. survey minyak dan gas bumi hingga akhir Desember 2014,
2. Pengeboran hingga akhir Desember 2015,
3. Konstruksi lepas pantai hingga akhir Desember 2013,
4. Penunjang operasi lepas pantai hingga akhir Desember 2012,
5. Pengerukan hingga akhir Desember 2013,
6. Salvage dan pengerjaan bawah air hingga akhir Desember 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×