Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Edy Can
JAKARTA. Parlemen mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Yang menarik, pemerintah bisa aktif memberikan pengampunan atau pengurangan hukuman bagi terpidana. Selama ini, berdasarkan undang-undang lama, pemerintah hanya bersikap pasif.
Dalam undang-undang baru ini, terpidana bisa mengajukan grasi paling lama setahun sejak adanya putusan berkekuatan hukum tetap. Hal ini berbeda dengan undang-undang sebelumnya. Berdasarkan undang-undang sebelumnya, terpidana bisa mengajukan permohonan grasi tanpa tenggat waktu.
Undang-undang ini juga mengatasi terpidana hanya boleh mengajukan satu kali permohonan grasi kepada presiden. "Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum," kata Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Senin (26/7).
Selain pembatasan waktu pengajuan grasi, undang-undang anyar ini juga memberikan tenggat waktu bagi pemerintah memproses permohonan itu. Presiden harus menjawab permohonan itu dalam tempo 30 hari.
Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy mengatakan beleid ini bukan hanya sebagai bentuk pengampunan saja tetapi juga menciptakan keadilan bagi orang-orang yang terkena dampak dari pengadilan yang tidak fair. Perubahan beleid ini juga bisa untuk menyelesaikan masih adanya sekitar 2.000-an permohonan grasi yang merupakan warisan sejak sebelum UU Grasi yang lama diberlakukan. "Penyelesaian permohonan grasi warisan itu diperpanjang sampai Oktober 2012," ujar Tjatur.
Beleid ini pun akan segera berlaku. Wakil Ketua DPR Pramono Anung telah mengetuk palu menyepakati beleid ini. Sekarang beleid ini tinggal ditandatangani oleh Presiden dan diberikan nomor untuk bisa dilaksanakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News