Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi global diramal bakal melambat di tahun ini. Sejumlah lembaga internasional pun telah memprediksi hal tersebut. Proyeksi Initial Monetary Fund (IMF) pertumbuhan ekonomi global di level 3% turun dari prediksi awal yakni 3,7%.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengaku saat bertemu dengan Managing Director IMF Kristalina Georgieva dirinya diingatkan dengan potensi perlambatan ekonomi global. Kristalina mengingatkan pentingnya menjaga kebijakan fiskal dan moneter Indonesia di tengah tren perlambatan ekonomi global yang semakin nyata.
Namun demikian, Jokowi bilang ekonomi Indonesia masih stabil di level 5% sebab sejumlah negara lain mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih suram. Secara fundamental perekonomian Indonesia dinilai punya daya tahan yang kuat.
Baca Juga: Pemerintah diminta membuat regulasi soal struktur industri perbankan
"Bandingkan negara-negara lain, ada yang minus bahkan menuju ke 0. Kemudian dari yang 7% anjlok di bawah 1%. Kita harus bersyukur. Kita Alhamdulilah pertumbuhan masih 5 persen lebih dikit. Lebih sedikit masih bagus," kata Jokowi dalam pidatonya di Indonesia Banking Expo 2019, Rabu (6/11).
Di sisi lain, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazar menyampaikan risiko global terutama perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China tidak dipungkiri akan berdampak kepada ekonomi dalam negeri. Sehingga wajar saya bila IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan berbagai negara.
“Global ada risiko yang nyata kalau dua negara paling besar di dunia itu saling bersitegang, maka efeknya pada dua negara tersebut dan sisa ke pertumbuhan ekonomi global,” ujar Suahasil, Rabu (6/11).
Baca Juga: Industri tekstil dan pakaian tumbuh Tinggi di kuartal-III tahun ini
Pertumbuhan ekonomi global berpotensi semakin merana karena ketegangan global lainnya belum mereda. Misalnya, ekonomi Jepang sebagai importir belum sepenuhnya pulih, kesepakatan keduanya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit manyisakan tanda tanya.
Suahasil menjelaskan jika pertumbuhan ekonomi dunia menurun, maka indikasinya perdagangan dunia menurun. Dus, lesunya permintaan dari kedua negara adidaya tersebut memengaruhi ekonomi Indonesia.
Saat perdagangan dunia menurun maka dampaknya permintaan ekspor dari Indonesia seret. Suahasil melihat inilah yang terjadi dalam beberapa kuartal terakhir.
Baca Juga: Daya beli masih kuat, pemerintah fokus perdagangan dan investasi
“Ekspor kita praktis 0%, flat pertumbuhan secara tahunan, sedangkan impor turun lumayan. Perlu kerja sama yang serius dengan stakeholder sehingga bisa memperbaiki pertumbuhan ekonomi domestik,” papar Suahasil.
Dampak dari sana, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang kuartal III-2019 berada di level 5,02% lebih rendah daripada kuartal sebelumnya. Bahkan IMF meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun 2019 mentok di level 5% lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,08%.
Suahasil menganggap pencapaian tersebut wajar karena secara tren global. Dia memberikan contoh China yang pertumbuhan ekonominya di level 6% turun dari pencapaian beberapa tahun lalu yang pernah berada di level 10%-11%.
Baca Juga: Pahala Mansury Calon Dirut Bank BTN, Sulaiman & Royke Bersaing di Bank Mandiri
Sehingga, aliran modal yang masuk ke Indonesia menjadi salah satu yang terkena dampak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang kuartal III-2019 pertumbuhan investasi dalam negeri hanya tumbuh 4,21%.
“Perekonomian Indonesia mau tidak mau akan terkena imbas, lewat aliran modal masuk, ini penting dan ketika berimbas ketika dunia terjadi pergerakan cepat, aliran modal juga berpengaruh,” ungkap Suahasil.
Kata Wamenkeu, aliran modal masuk terutama lewat investasi langsung atau foregn direct investment (FDI) yang sudah masuk ke Indonesia perlu dipertahankan. Selanjutnya, perlu menarik FDI yang belum datang dengan memperbaiki iklim investasi lewat tersedianya infrastruktur serta adanya regulasi yang baik.
Baca Juga: Jokowi tantang bank buka cabang di Wamena, minta OJK berikan insentif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News