Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pemerintah segera membuat keputusan untuk kondisi kahar atau darurat dalam industri konstruksi yang akan diputuskan pada Jumat (27/12) dalam rapat tingkat Menteri.
Rencana itu dilakukan untuk menindaklanjuti rapat di tingkat eselon I kementerian yang telah dilakukan secara maraton sejak bulan lalu.
Kepala Badan Pembinaan (BP) Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Hediyanto W. Husaini menyatakan, rapat di tingkat eselon I melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Asosiasi Kontraktor, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP), maupun Badan Pusat Statistik (BPS).
“Pada Jumat itu, sudah pasti diputuskan karena sudah dirapatkan berulang kali di tingkat eselon satu,” katanya, Senin (23/12).
JAKARTA. Kondisi kahar di industri konstruksi perlu diputuskan oleh dua kementerian, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Keuangan.
Menurutnya, dari Kementerian PU sudah menyatakan bahwa industri konstruksi saat ini mengalami gangguan di luar prediksi sebelumnya akibat tekanan depresiasi rupiah maupun kenaikan harga bahan bakar minyak.
Ia mengatakan, apabila kondisi kahar diputuskan, maka proyek-proyek singleyear bisa saja dibayar kekurangannya pada tahun depan.
Namun, kontraktor diminta tetap menyelesaikan proyek sesuai kontrak yang ada. Selain itu, tetap mengikuti lelang sejumlah proyek singleyear untuk tahun 2014 dengan mencantumkan estimasi nilai tukar yang bisa di-cover guna mengantisipasi terjadinya eskalasi nilai proyek.
“Tentu untuk tahun depan, masalah ini sudah kami antisipasi, salah satu caranya dengan estimasi nilai tukar yang masih bisa diambil kontraktor,” kata Hediyanto.
Sementara itu, Kepala Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) Tri Widjajanto mengatakan, kalangan pelaku jasa konstruksi meminta pemerintah segera menetapkan kondisi kahar di industri ini, karena rupiah sudah menembus Rp 12.000.
Pelemahan rupiah ini membuat kenaikan harga material hingga mencapai 20%. Bahkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik kenaikan harga material konstruksi dalam rentang Mei-Oktober 2013 sudah mencapai 4,5 kali dibandingkan periode yang sama empat tahun sebelumnya.
Menurut dia, permasalahan eskalasi nilai proyek konstruksi akibat penguatan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah akan ditangani melalui acuan nilai harga material yang sama antara kontraktor dan BPS.
“Selama ini BPS hanya menggunakan nilai agregat, padahal itu kurang tepat,” ungkap Tri.
Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP, Ikak Gayuh Patriastomo mengusulkan agar proyek singleyears tahun 2014 sistem penganggarannya harus diperhitungkan potensi melonjaknya nilai tukar saat mengajukan tawaran.
Ikak mengatakan LKPP memberi solusi bahwa material nantinya bisa disuplai pemberi pekerjaan dalam hal ini pemerintah dan kontraktor nantinya hanya menyediakan jasa saja sehingga bisa mengurangi potensi beban kerugian mereka.
"Diharapkan dengan cara ini, risiko keuangan para kontraktor kecil bisa diminimalisir," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News