Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Likuiditas valuta asing (valas) di pasar uang Indonesia masih rendah. Minimnya instrumen di pasar valas jadi salah satu faktor. Tak heran, banyak warga negara Indonesia (WNI) yang hobi memarkir dananya di luar negeri.
Wakil Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro memperkirakan, dana WNI yang ada di luar negeri mencapai angka fantastis, yaitu lebih dari Rp 1.800 triliun.
"Nilainya lebih dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. Saat ini APBN 2013 sebesar Rp 1.800 triliun," katanya di Jakarta, Kamis (5/12).
Dana yang cukup menggiurkan tersebut, akan coba ditarik oleh pemerintah bersama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Terlebih, selama ini Indonesia selalu tergantung pada dana asing. Jika terjadi capital outflow secara tiba-tiba di pasar finansial dapat mengguncang perekonomian Indonesia.
Pendalaman instrumen valas dapat dilakukan oleh BI dan OJK. Pemerintah tinggal memberikan pemanis agar dana tersebut dapat masuk, salah satunya dengan pemberian insentif pajak. Rencana pendalaman ini pun didukung BI.
"Kami mendukung dan akan mendalami lebih lanjut. Karna dana-dana tersebut potensinya cukup besar," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Difi A. Johansyah saat dihubungi Kontan.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo sempat menyinggung instrumen yang tengah digodok pihaknya dan pemerintah adalah sejenis deposito non resident Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri. Insentif yang dapat diberikan berupa pengurangan pajak atau penghapusan pajak deposito.
Bentuk sekuritas khusus
Selain instrumen berupa deposito, Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti juga melihat potensi untuk dibentuknya sebuah sekuritas khusus yang mengelola dana tersebut.
"Dananya bisa dimasukan menjadi infrastruktur fund, lalu dibundel jadi sekuritis dan dijual ke investor," jelasnya.
Dengan pengelolaan dana dari WNI dilakukan oleh lembaga keuangan dalam negeri, otomatis keuntungan yang didapat pun masuk ke negeri sendiri. Yang penting, yield yang ditawarkan menarik dan instrumennya pun lebih banyak.
Instrumen ini sudah dimiliki India, yang menjadikan dana asal WNI yang tinggal di luar negeri dikelola di pasar sahamnya. "Jadi underlyingnya saham-saham yang ada," tambah Destry.
Selain India, Banglades dan Filipina pun sudah memiliki instrumen seperti ini. Tapi tak semua instrumen hanya berasal dari BI atau OJK, instrumen dari pemerintah pun dibutuhkan seperti peneribitan obligasi valas untuk pasar domestik.
Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko menilai selain insentif fiskal, pemerintah perlu memberikan insentif dalam hal kemudahan.
Hal ini mengingat saat menaruh uang di luar negeri karena adanya kemudahan untuk pemakaian dana tersebut.
Pemerintah pun didorong agar dapat meningkatkan kepercayaan investor. "Kalau dari gain, di Indonesia lebih untung, tapi investor tidak percaya karena secara fundamental masih ada masalah transaksi berjalan, tidak ada transformasi secara struktural. Sehingga mereka tidak bisa melihat prospek jangka panjangnya," pungkasnya.
Di sisi lain, walaupun banyak tantangan, Bambang yakin instrumen tersebut dapat dikeluarkan tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News