Reporter: Tantyo Prasetya | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Menteri Perhubunga, Polri, dan Menteri Komunikasi dan Informasi melakukan video conference dengan sejumlah pimpinan pemerintah daerah sebagai tindak lanjut terkait revisi Peraturan Menteri Perhubungan No 32 2016 di ruang Pusdalsis Mabes Polri, Selasa (21/3). Pimpinan daerah yang terlibat antara lain Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Video conference ini dibicarakan bahwa masih ada kekosongan hukum yang mengatur taksi daring, maka keputusan tersebut masih terus ada tindakan sosialisasi dari pusat ke daerah.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui masih ada masalah di 6 wilayah, jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan. Contohnya, sempat terjadi konflik yang terjadi di Tangerang antara pihak angkutan umum dengan ojek online. "Makanya ada sosialisasi biar tertib dan masalah selesai," tambah Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Munculnya PM No 32 2016 sebagai bukti nyata bahwa ada upaya dari pemerintah agar tetap hadir dalam melayani masyarakat, dalam mengatur keberadaan transportasi online.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan transportasj online dewasa ini sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Kemudahan untuk memesan dengan akses internet dan harga yang relatif lebih murah, menjadi keuntungan yang dimiliki taksi online. Namun di sisi lain, taksi konvensional juga harus dijaga eksistensinya agar terlindungi dari dominasi taksi online yang berlebihan.
"Kami berharap ada asimilasi dari taksi konvensional dan taksi online sehingga ada sistem yang memberikan pelayanan dengan kecanggihan yang baik," ucap Menhub Budi Karya Sumadi
Di dalam revisi PM no 32 2016, salah satu poin yang dikembalikan ke Pemda, yaitu penentuan tarif atas dan bawah. Diharapkan ke depannya ada kesepakatan tarif stakeholder yang terkait, seperti kepala daerah dengan penyedia transportasi online, agar tercipta iklim bisnis yang kondusif.
Penentuan tarif tersebut dilakukan dengan proses, perumusan dilakukan di daerah, kemudian diusulkan ke pusat. Tahapan tersebut dilakukan karena jika semua ditentukan di daerah, maka pusat akan keberatan. Begitu pula sebaliknya, jika ditentukan di pusat, nanti daerah akan beralasan mempunyai kebijakan yang berbeda.
"Intinya, daerah yang merumuskan, pusat yang menentukan," tambah Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News