Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
Namun Luky menjelaskan, pemerintah tetap menerapkan prinsip fleksibilitas dan oportunistik dalam mengambil kebijakan pembiayaan, terutama dalam menerbitkan SBN.
“Saat ini kita dalam kondisi yang cukup rentan, volatil, dan penuh dengan ketidakpastian. Kita membutuhkan fleksibilitas agar tidak disudutkan pasar (cornered market),” lanjut Luky.
Meski tren suku bunga global saat ini menurun, penerbitan SBN tak serta merta lebih mudah. Pasalnya pelemahan ekonomi global dan volatilitas pasar, menurut Luky, membuat minat (appetite) investor terhadap instrumen SBN Indonesia tak sebesar awal tahun ini. Maklum, SBN Indonesia masih tergolong instrumen yang berisiko.
Baca Juga: Komisi VI terima usulan pagu indikatif dan tambahan anggaran BKPM untuk tahun 2020
Kendati begitu, Luky juga menjelaskan, penarikan pinjaman sifatnya juga lebih terbatas. Institusi internasional seperti Bank Dunia atau Asian Development Bank (ADB), contohnya, memiliki batasan peminjaman untuk masing-masing negara (single borrowing limit).
“Jadi ini semua kita kelola, bagaimana menentukan porsinya. Juga menentukan komposisi utang valas dan rupiah,” kata Luky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News