Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Perindustrian menyatakan pembatasan impor bahan baku berpotensi mengganggu produk-produk yang berorientasi ekspor. Kepastian pasokan bahan baku menjadi salah satu faktor penting bagi Indonesia di tengah persiapan Revolusi Industri 4.0 yang mengandalkan proses otomatisasi dan standarisasi produk.
Haris Munandar, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian menjelaskan keberadaan bahan baku menjadi salah satu persoalan industri di Indonesia. Namun, kebijakan mengenai bahan baku tidak hanya berada di Kementerian Perindustrian, melainkan lintas kementerian atau lembaga.
“Tidak mungkin industri tidak ada bahan baku. Sekarang ada masalah bahan baku karena ada aturan-aturan kita yang menghambat,” kata Haris di Jakarta, Jumat (13/4).
Menurut Haris, Presiden Joko Widodo saat ini sedang berupaya menurunkan ego sektoral masing-masing kementerian atau lembaga. Salah satunya dengan cara memangkas berbagai peraturan yang menghambat investasi dan ekspor.
Contohnya, tumpang tindih aturan di awal tahun 2018, dimana Kementerian Perindustrian meminta Kementerian Perdagangan segera menerbitkan izin impor garam industri. Sebab, banyak pelaku industri yang menjerit karena pasokan bahan baku garam telah menipis.
Namun Kementerian Perdagangan tidak juga segera merespon permintaan dari Kementerian Perindustrian.
"Salah satu persoalan kita adalah bahan baku, yang dimulai dari garam. Permasalahan ketersedian bahan baku ini terjadi karena adanya aturan-aturan yang menghambat, seharusnya ini yang kita dorong," imbuh Haris.
Permasalahan lainnya menyasar bahan baku untuk Industri Hasil Tembakau (IHT). Kementeriaan Perdagangan mengeluarkan Permendag Nomor 84 Tahun 2017 tentang ketentuan impor tembakau. Padahal, pasokan tembakau di dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan industri.
Adapun Kebijakan ini berkaitan dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koordinator Perekonomian.
Haris menegaskan, bicara industri bukan bicara tentang Kementerian Perindustrian. Lalu, bicara soal Undang-Undang Industri, juga bukan bicara Undang Undang Kementerian Perindustrian. Semua harus komprehensif. Menurutnya, tidak mungkin tidak ada bahan baku sesuai dengan kebutuhan industri tersebut.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam Indonesia Industrial Summit 2018 menyatakan, Revolusi Industri 4.0 dilakukan dengan dukungan insentif, termasuk mendorong investasi dan ekspor.
Pertumbuhan ekspor
Strategi Indonesia memasuki masa ini adalah menyiapkan lima sektor manufaktur yang akan memperkuat fundamental struktur industri. Kelima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, otomotif, elektronik, kimia, serta tekstil.
Menurut Darmin, pertumbuhan ekspor sangat penting karena negara lain mulai mendorong ekspor untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi seiring meningkatnya permintaan global.
Sementara itu Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adinegara menilai tujuan pemerintah meningkatkan ekspor sangat tepat karena akan menopang ekonomi nasional.
Salah satu produk yang memberikan kontribusi ekspor adalah IHT yang trennya naik dari tahun ke tahun. Sampai tahun 2017, total nilai ekspor IHT tercatat US$ 1,139 miliar.
“Selain cukai, produksi rokok punya peran penting terhadap tenaga kerja langsung dan tidak langsung yang jumlahnya lebih dari tujuh juta orang. Intinya, banyak industri yang bergantung pada rokok,” kata Bhima.
IHT adalah salah satu industri yang bahan baku dan bahan penolongnya berasal dari impor menyusul produksi dalam negeri yang belum mencukupi. Menurut Bhima, pembatasan impor akan menggoncang operasional industri yang berujung pada pengangguran dan gangguan pendapatan negara.
“Jadi pembatasan impornya jangan terlalu ketat, dan harus ada subtitusi tembakau lokalnya, jadi seimbang. Untuk itu pemerintah perlu membuat roadmap jangka panjang dan tidak langsung melakukan pembatasan,” ujar Bhima.
Saat ini, pembatasan impor tembakau masih menjadi perdebatan di kalangan Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, kalangan industri, dan petani. Aturan tersebut membatasi impor tembakau jenis Virginia, Burley, dan Oriental yang notabene menjadi bahan baku industri.
Belakangan sesuai permintaan Menteri Koordinator Perekonomian bernomor S-310/M.EKON/11/2017 tanggal 20 November 2017 pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Namun, pemerintah belum mencabut beleid tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News