Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah mulai membatasi suplai Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di sejumlah daerah. Alhasil, di daerah tersebut terjadi antrian masyarakat yang membeli BBM bersubsidi.
Kebijakan ini sama dengan memaksa masyarakat untuk membeli BBM non subsidi. Anggota komite Badan pengatur hulu minyak dan gas (BPH Migas) Ibrahim Hasim bilang kebijakan ini, membuat sebagian masyarakat beralih menggunakan BBM non subsidi.
Ibrahim bilang, kebijakan pembatasan ini tidak lepas dari upaya menjaga konsumsi BBM besubsidi, tidak lebih dari 46 juta kilo liter. "Kuota BBM bersubsidi bakal aman jika masyarakat beralih ke BBM non subsidi," ujar Ibrahim, Senin (25/8) kepada KONTAN.
Selain penjatahan BBM bersubsidi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), pemerintah juga telah mengeluarkan pelarangan penjualan premium dan solar di jalan tol dan di daerah Jakarta.
Diperkirakan, dampak kebijakan pembatas ini adalah meningkatnya tingkat inflasi. Karena orang yang beralih menggunakan BBM non su sidi cukup banyak.
Menteri keuangan Chatib Basri mengatakan memang ada dampak dari sisi inflasi. Namun masih dalam batas yang terkendali. "Mungkin 1%-an," katanya.
Ia juga menegaskan, meski ada kenaikan inflasi hingga akhir tahun tidak akan lebih dari 5%. Begitupun secara makro, dampaknya tidak akan signifikan, karena saat ini tingkat inflasi masih rendah.
Sementara itu ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dodi Arifianto bilang kebijakan pembatasan belum cukup efektif mengurangi konsumsi BBM bersubsidi. Namun demikian, menurutnya pemerintah patut memperhitungkan dampak kenaikan inflasinya jika banyak masyarakat yang beralih memakai BBM non subsidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News