Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba) No. 4 Tahun 2009 masih terus bergulir. Hal ini seiring adanya sejumlah urgensi untuk memperbaiki tata kelola dan iklim industri pertambangan minerba di Indonesia.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono mengatakan, RUU Minerba sudah mulai dibahas oleh pemerintah sejak tahun 2015 silam. Setelah melalui proses yang panjang dan berliku, pembahasan RUU ini telah sampai ke Komisi VII DPR RI pada September 2019.
Walau susunan pemerintahan dan DPR RI berganti, RUU Minerba tetap diprioritaskan. Hingga bulan Maret lalu, pemerintah dan panitia kerja (panja) Komisi VII DPR RI terus melakukan rapat terkait beleid tersebut.
“Lalu di bulan April pembahasan RUU Minerba sudah ditahap sinkronisasi dengan RUU Cipta Kerja,” tutur Bambang dalam diskusi virtual, Rabu (29/4).
Baca Juga: Ikut bahas revisi UU Minerba, DPD minta izin tambang tak otomatis diperpanjang
Sayangnya, ia tidak memaparkan kapan RUU Minerba benar-benar akan disahkan terlepas dari kondisi Indonesia yang sedang dilanda pandemi virus corona.
Bambang menyebut, ada beberapa urgensi yang membuat RUU Minerba penting untuk dibahas dan direalisasikan. Salah satunya adalah terdapat ketentuan yang tidak dapat dilaksanakan di dalam UU No. 4 Tahun 2009 yang berlaku saat ini.
Dalam hal ini, masih terdapat permasalahan lintas sektor yang belum dapat diselesaikan seperti tumpang tindih perizinan pertambangan dengan Kementerian Kehutanan, Kelautan, dan Perindustrian. Poin urgensi ini juga berkaitan dengan pengaturan bentuk pengusahaan batuan skala kecil dan keperluan tertentu serta pengaturan soal penyesuaian keberlanjutan operasi kontrak menjadi izin.