Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mau tergesa-gesa dalam menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Pertanahan. Pasalnya saat ini pemerintah mengaku masih belum solid dalam membahas RUU ini.
"Presiden memberi arahan tidak perlu tergesa-gesa," ungkap Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono usai rapat internal di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (23/10).
Walaupun di sisi lain, pembahasan RUU ini sudah masuk daftar panjang Prolegnas lima tahun 2015-2019.
Alasannya, kata Basuki, Presiden menitikberatkan tiga poin pembahasan beleid ini. Pertama, RUU ini merupakan momentum untuk meningkatkan keadilan. Kedua, momentum menyelesaikan konflik, karena faktanya, 67% perkara di Mahmakah Agung terkait konflik lahan.
Ketiga, mendukung pertumbuhan ekonomi. Misalnya saat ini penggunaan lahan hutan tanaman Industri (HTI) hanya bisa digunakan untuk perusahaan yang besar. "Nah, dengan UU ini diharapkan HTI itu bisa dilakukan oleh kalangan menengah dan kecil juga, makanya arahan Presiden tidak usah tergesa-gesa semuanya solid dulu," jelas Basuki.
Sekadar tahu saja, sikap pemerintah ini terkesan berbalik arah. Karena awalnya, RUU ini ditargetkan selesai pada tahun ini atawa pembahasannya dikejar sebelum kepemerintahan Jokowi berakhir. Tapi sayangnya, di tingkat ekesekutif masih banyak perdebatan.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang mencatat ada 10 isu krusial dalam RUU ini. Pertama, single land registration system mendukung one map policy. Kedua, pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) menuju sistem positif (semua tanah terdaftar).
Ketiga, pengendalian penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan ruang mendukung ketertiban penggunaan dan pemanfaatan (tata) ruang dan tanah menuju ekonomi berkeadilan.
Keempat, pembentukan bank tanah untuk penyediaan tanah untuk kepentingan umum. Kelima, kedudukan tanah ulayat dan masyarakat hukum adat. Keenam, pelaksanaan reforma agraria, Ketujuh, pembentukan peradilan pertanahan.
Kedelapan, kepastian hapusnya hak-hak lama dan penerapan hapusnya hak atas tanah karena ditelentarkan. Kesembilan, pendaftaran hak atas ruang di bawah dan di atas tanah serta perairan. Ke-10, pelibatan masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam bidang pertanahan.
Maka itu, Presiden Joko Widodo secara khusus memanggil para menteri terkait untuk mensinkronkan isu tersebut dalam rapat internal ke istana, siang tadi. Presiden memberi arahan, 10 isu tersebut untuk dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian sebelum dibahas di tingkat DPR.
RUU Pertanahan ini dibuat untuk memperbaiki hal-hal yang baru terkait pertanahan. Pasalnya, pengaturan tentang pertanahan masih menginduk pada UU No.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Menteri ATR Sofyan Djalil menjelaskan, RUU ini tidak mengganti UUPA.
"Nggak, ini hanya memperbaiki hal yang baru, hak di bawah tanah di atas tanah dan lain-lain," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News