Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan diperkirakan bakal rampung tahun ini. Beleid yang mengatur soal reformasi agraria ini salah satunya bakal mengatur soal mediasi lahan sengketa di pengadilan lahan.
"Kami sedang membuat RUU agar ada mediasi saat terjadi sengketa lahan, jadi ketika sudah sama-sama setuju di pengadilan, maka sengketa selesai," jelas Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Djalil, Jumat lalu (23/3).
Asal tahu saja, Kementerian ATR/BPN telah ditunjuk sebagai perwakilan dan menjadi koordinator instansi pemerintah dalam pembahasan beleid ini dengan DPR. Sebelumnya, Kementrian ATR/BPN telah memberikan empat poin rekomendasi kepada DPR.
Pertama, peran negara dalam penguasaan dan pengelolaan tanah perlu diperkuat. Kedua, lebih menciptakan kepastian hukum bidang pertanahan.
Ketiga, melibatkan masyarakat dalam kebijakan pemanfaatan tanah. Dengan begitu masyarakat bisa aktif memberi masukan dalam program pertanahan yang digulirkan pemerintah, sekaligus mencegah penggunaan kekuatan yang berpotensi merampas tanah masyarakat.
Keempat, semakin mendekatkan pelayanan di bidang pertanahan kepada masyarakat.
Lebih jauh mengenai manfaat aturan ini, Sekjen ATR/BPN Kementerian Agraria dan Tata Ruang Sudarsono menjelaskan kemudahan akses mediasi dan pengadilan ini menjadi penting lantaran urusan sengketa lahan bisa berlangsung lama dan menyebabkan lahan menjadi aset idle (menganggur) yang tidak bermanfaat.
"Padahal manfaatnya luar biasa, bisa mengurangi konflik sengketa tanah, bisa beri keamanan hukum sehingga sengketa konflik jadi berkurang, dan bisa gerakkan ekonomi rakyat untuk bantu ambil pinjaman ke bank," jelasnya.
Menurut Sudarsono, RUU ini kemungkinan bakal selesai tahun 2018 dan bisa menunjang kinerja program kerakyatan Kementrian ATR/BPN, seperti program percepatan sertifikasi lahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News